Menggunakan Kaidah Bahasa dalam Hikayat dan Cerpen, Bahasa Indonesia Kelas X

Menggunakan Kaidah Bahasa dalam Hikayat dan Cerpen, Buku Siswa Bahasa Indonesia Kelas X SMP Halaman 69 – 73 Kurikulum Merdeka –  Dalam menulis hikayat dan cerpen, penggunaan kaidah bahasa menjadi hal yang sangat penting. Kaidah bahasa berperan sebagai pedoman dalam penyusunan kalimat dan penggunaan kata yang tepat, sehingga cerita menjadi lebih terstruktur, koheren, dan mudah dipahami oleh pembaca. Penerapan kaidah bahasa juga membantu mengekspresikan ide dan emosi secara efektif, sehingga cerita dapat menyentuh perasaan pembaca. Pada artikel ini, kita akan menjelajahi pentingnya menggunakan kaidah bahasa dalam hikayat dan cerpen, serta cara mengaplikasikannya sesuai dengan Kurikulum Merdeka pada Buku Siswa Bahasa Indonesia Kelas X SMP.

Salah satu aspek penting dalam menggunakan kaidah bahasa dalam hikayat dan cerpen adalah penggunaan konjungsi urutan waktu. Konjungsi ini digunakan untuk menyusun urutan kejadian berdasarkan waktu terjadinya, baik sebelumnya, saat ini, maupun setelahnya. Dalam hikayat, penggunaan konjungsi urutan waktu yang sesuai dengan kaidah bahasa arkais memberikan nuansa klasik pada cerita. Sementara itu, dalam cerpen, penggunaan konjungsi urutan waktu yang lebih populer dan sesuai dengan konteks cerita akan membuat alur cerita lebih terstruktur dan mudah diikuti oleh pembaca.

Selain itu, penggunaan majas atau gaya bahasa juga menjadi elemen penting dalam hikayat dan cerpen. Majas digunakan untuk memberikan keindahan dalam penyampaian cerita dan meningkatkan daya tarik bagi pembaca. Dalam hikayat dan cerpen, kita dapat menggunakan berbagai jenis majas, seperti antonomasia, personifikasi, simile, metafora, dan hiperbola. Penggunaan majas yang tepat dan bijak akan membuat cerita lebih hidup dan memberikan kesan yang mendalam pada pembaca. Dalam artikel ini, kita akan menjelajahi beragam majas yang dapat digunakan dalam hikayat dan cerpen, serta memberikan contoh penggunaannya sesuai dengan Kurikulum Merdeka pada Buku Siswa Bahasa Indonesia Kelas X SMP.

Menggunakan Kaidah Bahasa dalam Hikayat dan Cerpen

KONJUNGSI URUTAN WAKTU

Sebagai teks yang menggambarkan sebuah alur cerita, hikayat dan cerpen tidak dapat lepas dari penggunaan konjungsi urutan waktu. Konjungsi urutan waktu digunakan untuk menyatakan urutan sebuah kejadian berdasarakan waktu terjadinya, baik itu sebelumnya, saat, maupun setelahnya. Hikayat menggunakan konjungsi urutan waktu berupa katakata arkais. Perhatikanlah tabel berikut.

Tabel 3.4 Tabel perbandingan kata arkais dengan kata populer

Tabel perbandingan kata arkais dengan kata populer

Pemilihan konjungsi sangat menentukan koherensi atau kepaduan makna antarkalimat maupun antarparagraf dalam cerita. Perhatikan
kutipan cerpen berikut.

Aku mulai jengah mendengar isakannya. Lalu, kutolehkan kepala ke belakang dan di sanalah ia masih menahan isak tangis. Laki-laki itu mencoba menenangkan dengan menepuk-nepuk pundaknya. Saat itulah aku tersentak, wanita itu membutuhkan tempat. Wanita itu tidak seharusnya berdiri di tengah desakan manusia. Wanita itu sedang hamil besar. Dia sedang hamil besar.

(Sumber: Puspitasari, Arum. 2016. “Kursi Bus” dalam Rahasia Simfonia: Antologi Cerpen Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia bagi Siswa SLTA Kabupaten Bantul. Yogyakarta: Balai Bahasa Daerah Istimewa Yogyakarta)

Bandingkan jika dua konjungsi urutan waktu pada cerita tersebut diubah seperti berikut

Aku mulai jengah mendengar isakannya. Sebelumnya, kutolehkan kepala ke belakang dan di sanalah ia masih menahan isak tangis. Laki-laki itu mencoba menenangkan dengan menepuk-nepuk pundaknya. Pada saat aku tersentak, wanita itu membutuhkan tempat. Wanita itu tidak seharusnya berdiri di tengah desakan manusia. Wanita itu sedang hamil besar. Dia sedang hamil besar.

(Sumber: Puspitasari, Arum. 2016. “Kursi Bus” dalam Rahasia Simfonia: Antologi Cerpen Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia bagi Siswa SLTA Kabupaten Bantul. Yogyakarta: Balai Bahasa Daerah Istimewa Yogyakarta)

Penggunaan konjungsi urutan waktu yang tidak tepat akan mengubah logika alur cerita dan koherensi sebuah paragraf. Hal lain yang perlu diperhatikan dari penggunaan konjungsi waktu adalah frekuensinya. Jangan terlalu banyak menggunakan konjungsi urutan waktu pada satu paragraf. Penggunaan yang terlalu sering, apalagi kata yang sama, akan membuat cerita yang ditulis menjadi “kekanak-kanakan”.

Bandingkanlah dua penggalan cerita berikut.

Jam lima pagi saya bangun. Sesudah itu saya ke kamar mandi, lalu saya mandi. Sesudah itu saya berpakaian. Sesudah berpakaian lalu saya makan pagi. Kemudian, saya menyiapkan buku-buku sekolah saya. Sesudah itu saya pamit ayah dan ibu, lalu saya berangkat ke sekolah (Keraf 1994:79).

Hari masih pukul lima pagi. Udara masih terasa segar dan nyaman, keadaan sekitar pun masih sunyi-senyap. Tanpa menghiraukan kesunyian pagi itu, saya pergi menuju kamar mandi. Siraman air yang sejuk dan dingin mengagetkan saya, tetapi hanya sekejap. Segera mengeringkan tubuh dan berpakaian merupakan pilihan yang tepat untuk mengusir rasa dingin itu. Sepiring sarapan semakin menghangatkan tubuh saya. Buku-buku sekolah sudah menunggu untuk disiapkan sebelum saya berpamitan kepada ayah dan ibu untuk berangkat ke sekolah (Keraf 1994:80 dengan penyesuaian).

Jawaban:

Dalam contoh kedua, terdapat penggalan cerita yang menggunakan konjungsi urutan waktu secara berulang-ulang, seperti “Sesudah itu” dan “Kemudian”. Penggunaan konjungsi ini dengan frekuensi yang tinggi membuat cerita terasa monoton dan kurang terstruktur. Sebaiknya, variasikan penggunaan konjungsi urutan waktu dan pilihlah konjungsi yang tepat untuk menjaga kelancaran alur cerita.

Dalam penggalan cerita alternatif, penggunaan konjungsi urutan waktu yang lebih bervariasi, seperti “Hari masih” dan “Tanpa menghiraukan”, memberikan kesan yang lebih menarik dan menghindari kekanak-kanakan dalam penyampaian cerita. Konjungsi yang digunakan dengan tepat dan dalam jumlah yang tepat akan membantu menciptakan alur cerita yang lebih baik dan koheren.

Majas

Majas atau gaya bahasa sangat erat kaitannya dengan cerita fiksi. Majas digunakan untuk menambahkan keindahan cara penyampaian cerita. Beberapa majas yang sering kali digunakan, baik dalam hikayat maupun cerpen adalah sebagai berikut:

Antonomasia

Antonomasia adalah majas yang menyebut seseorang berdasarkan ciri atau sifatnya yang menonjol.

Contoh:

1. Hatta beberapa lamanya maka istri si Miskin itu pun hamillah tiga bulan lamanya.
2. Tak tahu mengapa, saat itu aku mengucapkan terima kasih kepada perempuan tua itu.

Personifikasi

Personifikasi adalah majas yang menyatakan benda mati maupun benda hidup yang bukan manusia (hewan/tumbuhan) sebagai sesuatu yang seolah-olah bersifat dan berlaku layaknya manusia.

Contoh:
1. Samar-samar nyanyian jangkrik terdengar di sampingku.
2. Angin menyambar wajahku

Simile

Majas simile adalah majas yang membandingkan suatu hal dengan hal lainnya secara eksplisit menggunakan kata penghubung atau kata pembanding. Kata penghubung atau kata pembanding yang biasa digunakan antara lain: seperti, laksana, bak, dan bagaikan.

Contoh:
1. “Kamu tidur seperti kerbau,” canda ibu.
2. Mereka selalu bertengkar bak kucing dan anjing.

Metafora

Metafora adalah majas yang menggunakan kata atau kelompok kata untuk mewakili hal lain yang bukan sebenarnya, mulai dari bandingan benda fisik, sifat, ide, atau perbuatan lain. Metafora tidak menggunakan kata penghubung atau kata pembanding seperti simile.

Contoh:

1. Seperti biasa, setibaku di istana tuaku, perempuan tua menyambutku dengan hangat.
2. Ia adalah tulang punggung keluarga

Hiperbola

Hiperbola adalah gaya bahasa yang mengandung pernyataan dengan cara melebih-lebihkan sesuatu dari yang sebenarnya.

Contoh:

1. Seraya berkata kepada suaminya, “Adapun akan emas ini sampai kepada anak cucu kita sekalipun tiada habis dibuat belanja.”
2. Aku tak dapat berbicara, tanganku dingin bak es yang keluar dari freezer.

Ubahlah kutipan Hikayat si Miskin ini menjadi bahasa cerpen yang lebih populer. Gunakanlah konjungsi urutan waktu dan berbagai majas untuk mengembangkannya.

Asalnya raja kayangan dan jadi demikian karena disumpahi oleh Batara Indera. Terlantar di negeri antah-berantah dan keduanya sangat dibenci orang. Setiap kali mengemis di pasar dan kampung, mereka dipukuli dan diusir hingga ke hutan. Oleh yang demikian, tinggallah dua suami-istri itu di hutan memakan batang kayu dan buah-buahan.

Hatta beberapa lamanya maka istri si Miskin itu pun hamillah tiga bulan lamanya. Maka istrinya menangis hendak makan buah mempelam yang ada di dalam taman raja itu. Maka suaminya itu pun terketukkan hatinya tatkala ia di Keinderaan menjadi raja tiada ia mau beranak. Maka sekarang telah mudhorot. Maka baharulah hendak beranak seraya berkata kepada istrinya, “Ayo, hai Adinda. Tuan hendak membunuh kakandalah rupanya ini. Tiadakah tuan tahu akan hal kita yang sudah lalu itu? Jangankan hendak meminta barang suatu, hampir kepada kampung orang tiada boleh.”

(Sumber: Bunga Rampai Melayu Kuno, 1952, dengan penyesuaian)

Contoh Jawaban

Dulu, ada seorang pria dan wanita yang terbuang di suatu negeri terpencil. Mereka hidup dalam kebencian orang-orang sekitar setiap kali mereka meminta-minta di pasar dan desa. Mereka sering dipukuli dan diusir hingga akhirnya mereka terdampar di tengah hutan. Mereka terpaksa bertahan hidup dengan makan batang kayu dan buah-buahan.

Setelah beberapa waktu, istri si Miskin hamil selama tiga bulan. Ia menangis ingin makan buah mempelam yang ada di taman raja. Suaminya pun terkejut karena saat menjadi raja di Keinderaan, ia tidak ingin mempunyai anak. Namun, sekarang semuanya berubah. Mereka siap untuk memiliki anak dan suaminya berkata kepada istrinya, “Ayo, sayang. Kita akan berusaha menjadi orang tua. Kita tidak boleh meminta bantuan dari siapapun, bahkan dari penduduk desa sekalipun.”

Kesimpulan

Dalam penulisan cerita fiksi, penggunaan konjungsi urutan waktu yang tepat sangat penting untuk menjaga kepaduan makna dan koherensi alur cerita. Konjungsi seperti “lalu”, “saat itu”, “sebelumnya”, dan “pada saat” digunakan untuk menyusun urutan kejadian secara kronologis. Penggunaan konjungsi urutan waktu yang tidak tepat dapat mengganggu logika cerita dan mengurangi kepaduan antarkalimat.

Selain itu, majas atau gaya bahasa juga memberikan keindahan dalam cara penyampaian cerita fiksi. Contohnya, antonomasia digunakan untuk menyebut seseorang berdasarkan ciri atau sifat yang menonjol, personifikasi menggambarkan benda mati atau benda hidup sebagai manusia, simile membandingkan hal dengan hal lainnya secara eksplisit, metafora menggunakan kata atau kelompok kata untuk mewakili hal lain, dan hiperbola melebih-lebihkan sesuatu.

Penggunaan majas dalam cerita fiksi, termasuk hikayat dan cerpen, dapat memberikan nuansa yang lebih menarik dan menghidupkan cerita. Namun, perlu diingat agar penggunaan majas tidak berlebihan atau terlalu repetitif, sehingga cerita tetap terasa alami dan tidak terkesan “kekanak-kanakan”. Pilihan kata dan majas yang tepat akan memperkaya cara penyampaian cerita dan menjadikannya lebih menggugah perasaan pembaca.

Dalam kesimpulan, penggunaan konjungsi urutan waktu yang tepat dan pilihan majas yang bijak dapat meningkatkan kepaduan dan keindahan cerita fiksi. Konjungsi urutan waktu membantu menjaga alur cerita yang teratur, sementara majas memberikan warna dan daya tarik dalam penyampaian cerita. Penting untuk menggunakan konjungsi urutan waktu dan majas dengan tepat dan seimbang, sehingga cerita fiksi dapat mengalir dengan baik dan memikat pembaca.

Pertanyaan dan Jawaban

Mengapa penggunaan kaidah bahasa sangat penting dalam menulis hikayat dan cerpen?

Penggunaan kaidah bahasa sangat penting dalam menulis hikayat dan cerpen karena kaidah bahasa menjadi pedoman dalam penyusunan kalimat dan penggunaan kata yang tepat. Dengan mengikuti kaidah bahasa, cerita akan menjadi lebih terstruktur, koheren, dan mudah dipahami oleh pembaca. Kaidah bahasa juga membantu mengekspresikan ide dan emosi secara efektif, sehingga cerita dapat menyentuh perasaan pembaca.

Apa peran konjungsi urutan waktu dalam hikayat dan cerpen?

Konjungsi urutan waktu memiliki peran penting dalam hikayat dan cerpen untuk menyusun urutan kejadian berdasarkan waktu terjadinya. Konjungsi ini membantu menjaga alur cerita agar teratur dan terhubung dengan baik antara satu kejadian dengan kejadian berikutnya. Dalam hikayat, penggunaan konjungsi urutan waktu yang sesuai dengan kaidah bahasa arkais memberikan nuansa klasik pada cerita. Sementara dalam cerpen, penggunaan konjungsi urutan waktu yang lebih populer dan sesuai dengan konteks cerita akan membuat alur cerita lebih terstruktur dan mudah diikuti oleh pembaca.

Apa manfaat penggunaan majas dalam hikayat dan cerpen?

Penggunaan majas dalam hikayat dan cerpen memiliki manfaat yang signifikan. Majas atau gaya bahasa digunakan untuk memberikan keindahan dalam penyampaian cerita dan meningkatkan daya tarik bagi pembaca. Dengan menggunakan majas yang tepat dan bijak, cerita menjadi lebih hidup dan memberikan kesan yang mendalam pada pembaca. Majas membantu dalam penggambaran karakter, penjelasan objek atau situasi, dan pengekspresian emosi dalam cerita.

Apa saja contoh majas yang sering digunakan dalam hikayat dan cerpen?

JBeberapa contoh majas yang sering digunakan dalam hikayat dan cerpen antara lain antonomasia, personifikasi, simile, metafora, dan hiperbola. Antonomasia adalah menyebut seseorang berdasarkan ciri atau sifatnya yang menonjol. Personifikasi adalah menggambarkan benda mati atau benda hidup sebagai sesuatu yang seolah-olah bersifat dan berlaku layaknya manusia. Simile adalah membandingkan suatu hal dengan hal lainnya secara eksplisit menggunakan kata penghubung atau kata pembanding. Metafora menggunakan kata atau kelompok kata untuk mewakili hal lain yang bukan sebenarnya. Hiperbola adalah gaya bahasa yang mengandung pernyataan dengan cara melebih-lebihkan sesuatu dari yang sebenarnya.

Bagaimana penerapan kaidah bahasa dan penggunaan majas dapat meningkatkan kualitas hikayat dan cerpen?

Penerapan kaidah bahasa dan penggunaan majas dapat meningkatkan kualitas hikayat dan cerpen dengan memberikan kepaduan dan keindahan dalam cerita. Penggunaan kaidah bahasa membantu menjaga alur cerita yang terstruktur dan koheren, serta membuat cerita lebih mudah dipahami oleh pembaca. Sementara itu, penggunaan majas memberikan nuansa yang menarik dan menghidupkan cerita, sehingga membuat pembaca terlibat secara emosional. Dengan mengaplikasikan kaidah bahasa dengan baik dan menggunakan majas secara tepat, hikayat dan cerpen dapat memikat pembaca, meningkatkan nilai kesusastraan, dan menghasilkan karya yang berkualitas.

Tinggalkan komentar