Aku Anak Indonesia Bahasa Indonesia Halaman 4

Aku Anak Indonesia Bahasa Indonesia Halaman 4 – Hana melangkahkan kakinya dengan gelisah. Dia menendang-nendang kerikil
yang ia temui sepanjang jalan. Raut mukanya tampak cemas. Ini adalah hari pertamanya masuk sekolah baru di Indonesia. Keluarganya baru saja pindah dari Kyoto, Jepang, tempat ayahnya menyelesaikan pendidikan doktor.

Sesampai di halaman sekolah yang rindang, Pak Rizal, ayahnya, menawari Hana untuk ikut menemaninya masuk ke kelas. Namun, Hana menolak. Meski khawatir, dia merasa malu kalau harus ditemani orang tuanya. Di Kyoto, dia bahkan sudah berangkat dan pulang sekolah sendiri sejak kelas 1 SD.

“Hana, kamu anak pemberani. Jangan khawatir, anak-anak Indonesia ramah-ramah. Mereka pasti akan senang punya teman baru,” kata ayahnya. Hana mengangguk.

“Nanti Ayah akan datang lagi menjemputmu ya. Ayah perlu pergi dulu ke tukang cukur, rambut ayah sudah gondrong begini,” tambah ayahnya lagi sambil menepuk pundak Hana. Jarak rumah Hana dengan SDN Gaharu hanya lima ratus meter, sehingga dia
bisa berjalan kaki ke sekolah. Begitu masuk melewati gerbang sekolah, bel berdentang. Semua siswa berlarian masuk ke kelas masing-masing. Hana mencari kelas dengan lambang VI di atas pintu.

Begitu Hana masuk, Bu Pertiwi, guru kelas enam, menyambutnya dengan senyuman lebar.

“Ah, kamu pasti Hana. Ayo masuk. Ibu carikan tempat duduk dulu untuk meletakkan tasmu, lalu berkenalan dengan teman-teman sekelasmu.”

Hana mengangguk malu-malu. Dia merasa seluruh pasang mata di kelas ini sedang menatapnya. Dia mendengar bisik-bisik meski tidak jelas apa yang mereka bicarakan. Dada Hana berdegup semakin kencang.

Bu Pertiwi menyilakan Hana untuk berdiri di depan kelas dan memperkenalkan diri. “Selamat pagi teman-teman…” katanya mengawali perkenalan. Kemarin, Hana sudah berlatih di depan cermin agar dia tidak canggung mengucapkan kata-kata
perkenalan dalam bahasa Indonesia.

“Tolong suaranya lebih keras lagi, biar semuanya bisa mendengar,” kata Bu Pertiwi.
“Nama saya Hana. Saya berusia dua belas tahun. Saya pindah dari Kyoto, Jepang.

Ayah saya baru menamatkan kuliahnya di sana. Kami pindah ke kota ini karena ayah saya akan bekerja di sini. Saya senang berkenalan dengan teman-teman semua. Arigato. Eh, terima kasih.” Hana mengakhiri perkenalannya dengan menjura, membungkukkan badannya.

Ketika kembali berdiri tegak, ia melihat senyum terkembang dari teman-teman sekelasnya. Hana lega, kecemasannya berkurang.
“Terima kasih Hana. Ada yang ingin kalian tanyakan pada Hana?” ujar Bu Pertiwi.

Seorang anak laki-laki mengacungkan tangan. “Kamu asalnya dari mana? Oh ya, namaku Arjuna, biasa dipanggil Juna.”
Teman-teman yang lain bersorak, “Huuu…” Sepertinya Juna memang anak yang suka mencari perhatian. Hana bingung, bagaimana harus menjawab pertanyaanJuna. Di Jepang, dia dengan mudah menjawab bahwa dia berasal dari Indonesia.
Tapi di Indonesia, dia harus menjawab apa?

“Saya berasal dari Indonesia…” kata Hana pelan dan ragu.
Teman-teman tertawa. Bu Pertiwi menengahi, “Mungkin maksud Arjuna, Hana lahir di mana?”
“Oh… saya lahir di Makassar.”
“Berarti kamu asli Makassar,” sahut Juna dari bangku paling belakang.
“Tapi… ayah saya berasal dari Padang dan ibu saya berasal dari Sunda,” tambah Hana, menyanggah ucapan Juna itu.

Bu Pertiwi angkat bicara, “Sekarang ini memang susah kalau ditanya asalnya atau aslinya dari mana, karena manusia semakin terhubung dan juga berpindah-pindah. Seperti Hana, misalnya, yang punya orang tua dari daerah dan suku yang berbeda. Yang jelas, Hana adalah anak Indonesia. Betul kan, Hana?” Hana mengangguk.

“Jadi, apa yang membuat kalian mengaku sebagai anak Indonesia?” tanya Bu Pertiwi ke seluruh kelas.
“Karena kita lahir di Indonesia,” jawab Salim sambil mengacungkan tangannya.
“Tapi … adikku, Naomi, lahir di Kyoto dan dia tetap anak Indonesia,” sanggah Hana, yang mulai berani menyampaikan pendapatnya.

“Hana benar. Aku lahir di Berlin. Orang tuaku Jawa. Aku tetap anak Indonesia,”
sahut Agni, gadis berkacamata yang duduk paling depan.
“Kalian sama-sama benar. Anak Indonesia adalah anak-anak yang lahir atau tinggal di Indonesia, atau anak-anak yang ayah ibunya atau salah satu orang
tuanya orang Indonesia. Apalagi yang membuat kita Indonesia?” lanjut Bu Pertiwi.
“Karena kita bisa berbahasa Indonesia, Bu,” kata Melodi dengan nada bicara yang lembut.

Hati Hana menciut. Dia merasa belum mahir benar berbahasa Indonesia. Di sekolah lamanya, bahasa pengantar yang dipakai adalah bahasa Jepang dan bahasa Inggris. Rupanya Bu Pertiwi melihat perubahan raut wajah Hana. Dia meminta Hana menjelaskan apa yang menjadi kekhawatirannya.

Setelah mendengar curahan hati Hana, Bu Pertiwi berusaha membesarkan hatinya. “Jangan khawatir. Dulu Agni ketika pindah ke kelas dua juga belum lancar berbahasa Indonesia. Tapi, bapak ibu guru dan semua teman ikut membantu. Sekarang, Agni sudah mahir berbahasa Indonesia dan bahkan buku kumpulan cerpennya baru saja terbit.” Agni tampak tersipu.

“Jangan khawatir, Hana. Nanti aku juga bisa ajari kamu bahasa Jawa,” timpal Juna. Seketika teriakan “huuu … ” kembali bergema.
Tiba-tiba Salim berteriak sambil menunjuk ke jendela. “Hantuuu!” Semua mata menoleh ke arah yang ditunjuk Salim. Hana melihat ada kepala botak yang muncul dan tenggelam dari balik jendela yang kusennya dipasang tinggi, khas arsitektur gedung peninggalan Belanda. Bu Pertiwi melangkah menuju pintu untuk melihat siapa yang ada di luar. Tidak mungkin ada hantu di siang bolong. Anak-anak ribut sambil menunjuk-nunjuk ke arah jendela. Ternyata itu adalah Pak Rizal, ayah Hana, yang rambutnya sudah habis tercukur.

“Maaf, Bu Pertiwi, saya mau menyusulkan oleh-oleh dari Jepang untuk temanteman Hana. Tadi tidak sempat terbawa Hana karena dia terburu-buru,” Pak Rizal berkata dari jendela. Hana baru sadar bahwa dia melupakan cendera mata yang sudah dia siapkan
untuk teman-teman barunya. Kelas kembali riuh. Hana mengedarkan kantung-kantung berisi permen Wagashi dan sisir Tsuge, buah tangan khas dari Tokyo.

Hatinya menghangat karena teman-teman barunya memang ramah dan senang hati menerimanya sebagai penghuni kelas yang baru. Hana menyalami temannya satu per satu dan mencoba menghafalkan nama-nama mereka. Sampai di ujung kelas, siswa yang terakhir dia salami berkata, “Jangan sampai lupa, namaku Juna.”

Kalian suka cerita Hana itu? Sekarang, jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut.

Berdasarkan cerita “Aku Anak Indonesia” yang telah kamu berikan, berikut adalah jawaban untuk pertanyaan-pertanyaan tersebut.

Siapa tokoh utama dalam cerita ini?

Tokoh utama dalam cerita ini adalah Hana. Cerita ini berfokus pada pengalaman dan perasaan Hana, mulai dari kegelisahannya hingga akhirnya ia merasa diterima oleh teman-teman barunya.

Apa yang dikhawatirkan oleh tokoh utama?

Hana khawatir ia tidak bisa berbaur dengan teman-teman barunya. Kekhawatiran terbesarnya adalah ia merasa tidak mahir berbahasa Indonesia dan khawatir teman-temannya akan menertawakannya.

Apakah kekhawatiran tokoh utama terbukti? Mengapa?

Tidak, kekhawatiran Hana tidak terbukti. Teman-teman sekelasnya menyambutnya dengan senyum, dan saat ia bingung atau salah, guru serta teman-temannya (seperti Juna dan Agni) justru membantunya. Pada akhirnya, ia merasa sangat senang karena hatinya menghangat dan merasa diterima.

Pada awal cerita, Pak Rizal menyatakan bahwa anak-anak Indonesia mempunyai sifat ramah. Apakah kalian setuju dengan pendapat Pak Rizal? Jelaskan alasannya.

Saya setuju dengan pendapat Pak Rizal. Hal itu terbukti dari sikap teman-teman sekelas Hana. Mereka tidak mencemooh Hana saat ia melakukan kesalahan, dan mereka dengan senang hati menerima oleh-oleh darinya. Sikap Juna, Agni, dan Melodi juga menunjukkan bahwa mereka ramah dan mau membantu Hana beradaptasi.

Apa saja yang akan kalian lakukan jika ada murid baru di kelasmu?

Jika ada murid baru, saya akan:

  • Menyambutnya dengan senyuman dan sapaan yang ramah.
  • Menawarkan bantuan untuk menunjukkan ruangan-ruangan di sekolah.
  • Mencoba mengajaknya berbincang dan mendengarkan ceritanya.
  • Mengajaknya bermain bersama saat jam istirahat agar ia tidak merasa sendirian.

Sekarang, tuliskan daerah asal kalian!

(Bagian ini harus diisi oleh kamu sendiri.)

Contoh Jawaban: Daerah asal saya adalah Surabaya.

Apakah daerah yang kalian tulis tersebut tempat kelahiran, tempat tinggal, atau keduanya?

(Jawaban harus berdasarkan jawabanmu pada soal nomor 6.)

Contoh Jawaban: Daerah tersebut adalah keduanya, tempat kelahiran dan tempat tinggal saya.

Kosa Kata Baru

Adakah kata-kata sulit yang belum kalian pahami dalam cerita tersebut? Gunakan kamus untuk mencari arti kata-kata berikut ini. Buatlah kalimat menggunakan kata-kata tersebut lalu tulislah dalam tabel ini di buku tulis kalian. Satu kata telah dikerjakan untuk kalian.

berikut adalah arti dari kata-kata sulit tersebut dan contoh kalimatnya.

Kata Sulit Arti Kata Kalimat
doktor Gelar pendidikan tertinggi di universitas. Ayah Hana baru saja menyelesaikan pendidikan doktor di Jepang.
berdentang Berbunyi nyaring (seperti bunyi lonceng). Bel sekolah berdentang kencang, menandakan pelajaran akan segera dimulai.
berdegup Berdenyut dengan cepat (tentang jantung). Jantung Hana berdegup kencang saat ia memperkenalkan diri di depan kelas.
menyanggah Memberikan pendapat yang tidak setuju; membantah. Hana menyanggah ucapan Juna yang menyebutnya asli Makassar.
menjura Membungkukkan badan untuk menghormat. Setelah perkenalan, Hana menjura sebagai tanda terima kasih.
membesarkan hati Membuat seseorang merasa lebih berani atau tidak cemas. Bu Pertiwi berusaha membesarkan hati Hana agar ia tidak khawatir.
arsitektur Seni dan ilmu merancang dan membangun bangunan. Gedung sekolah itu memiliki arsitektur peninggalan Belanda.
siang bolong Keadaan saat tengah hari dengan matahari yang sangat terik. Tidak mungkin ada hantu yang muncul pada siang bolong.
menciut Menjadi kecil atau menyusut. (Dalam konteks emosi: menjadi takut atau hilang keberanian). Hati Hana menciut saat ia merasa tidak lancar berbahasa Indonesia.
buah tangan Oleh-oleh; barang yang dibawa dari perjalanan. Juna sangat senang menerima buah tangan permen dari ayah Hana.
cendera mata Hadiah sebagai kenang-kenangan. Hana membawa cendera mata berupa permen dan sisir khas Jepang.

Tugas Mandiri: Soal Latihan Cerita ‘Aku Anak Indonesia’

Bacalah kembali cerita “Aku Anak Indonesia” dengan teliti. Jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut dengan jelas dan lengkap di buku tulismu.

  1. Di mana Hana dan keluarganya tinggal sebelum pindah ke Indonesia?
  2. Siapa saja tokoh yang berperan dalam cerita ini, selain Hana dan ayahnya?
  3. Mengapa Hana merasa cemas dan gelisah di awal cerita? Sebutkan dua alasannya!
  4. Apa yang menyebabkan ayah Hana, Pak Rizal, muncul di jendela kelas?
  5. Menurutmu, apa pesan atau nilai yang ingin disampaikan oleh penulis dalam cerita ini?
  6. Bagaimana perasaan Hana berubah dari awal hingga akhir cerita? Jelaskan alasannya!
  7. Pada awal cerita, Pak Rizal mengatakan “anak-anak Indonesia ramah-ramah”. Sebutkan dua bukti dari cerita yang mendukung pernyataan itu!
  8. Buatlah satu kalimat baru menggunakan kata “menciut” yang maknanya berbeda dari yang ada di cerita!
  9. Jika kamu adalah teman sekelas Hana, apa yang akan kamu lakukan untuk membantunya merasa lebih nyaman? Sebutkan dua hal!
  10. Tuliskan kembali satu paragraf yang paling kamu sukai dari cerita ini, dan jelaskan mengapa kamu menyukai paragraf tersebut!