Mengenal Sejarah Perumusan Pancasila: Dari Panitia Delapan hingga Piagam Jakarta

Mengenal Sejarah Perumusan Pancasila: Dari Panitia Delapan hingga Piagam Jakarta – Halo, Adik-adik! Setiap kali kita mendengar kata Pancasila, kita pasti langsung teringat pada dasar negara kita, Indonesia. Pancasila bukanlah sekadar lima sila yang harus dihafalkan, melainkan sebuah hasil dari perjuangan, pemikiran mendalam, dan kompromi yang luar biasa dari para pendiri bangsa. Tahukah kalian bahwa proses perumusan Pancasila ini penuh dengan dinamika yang menarik? Semuanya berawal dari sidang BPUPK, di mana para tokoh bangsa saling beradu gagasan untuk menemukan fondasi terbaik bagi negara kita.

Proses perumusan ini tidak terjadi dalam satu malam, melainkan melalui serangkaian pertemuan yang intensif. Ada beberapa kelompok kecil yang dibentuk, mulai dari Panitia Delapan hingga Panitia Sembilan, yang bertugas merumuskan gagasan-gagasan tersebut menjadi satu kesatuan. Puncaknya, mereka berhasil menyusun sebuah dokumen bersejarah yang kita kenal sebagai Piagam Jakarta. Artikel ini akan mengajak kalian menelusuri perjalanan panjang dan berliku dalam perumusan Pancasila, agar kita semakin memahami betapa berharganya dasar negara yang kita miliki sekarang. Mari kita selami sejarah yang penuh semangat ini!

Perumusan Awal dan Terbentuknya Panitia Delapan

Setelah dr. K.R.T. Radjiman Wedyodiningrat, selaku Ketua BPUPK, membuka sidang dengan pertanyaan mengenai dasar negara, suasana di ruang sidang menjadi sangat dinamis. Selama empat hari berturut-turut, dari tanggal 29 Mei hingga 1 Juni 1945, puluhan tokoh bangsa menyampaikan gagasan mereka. Menurut catatan sejarah, setidaknya ada lebih dari 35 orang yang berpidato, termasuk nama-nama besar seperti Mohammad Yamin, Prof. Dr. Soepomo, dan yang paling monumental, Sukarno.

Pada hari terakhir sidang, yaitu 1 Juni 1945, Sukarno menyampaikan pidatonya yang fenomenal dan mengusulkan lima dasar negara yang ia beri nama Pancasila. Gagasan ini diterima secara aklamasi oleh seluruh anggota BPUPK. Karena pidato Sukarno menjadi gagasan utama yang sangat kuat, BPUPK kemudian memutuskan untuk membentuk sebuah panitia kecil. Panitia ini bertugas untuk merumuskan Pancasila secara lebih detail, dengan menggunakan pidato Sukarno sebagai bahan utamanya, ditambah dengan usul-usul lain dari anggota BPUPK.

Panitia kecil ini kemudian dikenal dengan nama Panitia Delapan, karena terdiri dari delapan anggota. Mereka adalah para tokoh pilihan yang diharapkan dapat mewakili berbagai pandangan yang ada. Berikut adalah nama-nama anggota Panitia Delapan:

  1. Sukarno
  2. Mohammad Hatta
  3. R. Otto Iskandar Dinata
  4. K.H. A. Wachid Hasjim
  5. Mohammad Yamin
  6. Ki Bagoes Hadikoesoemo
  7. M. Soetardjo Kartohadikoesoemo
  8. A.A. Maramis

Tugas mereka sangat penting, yaitu merumuskan dasar negara dan melaporkannya pada sidang BPUPK kedua. Ini menunjukkan betapa seriusnya para pendiri bangsa dalam mempersiapkan fondasi yang kuat bagi Indonesia merdeka.

Momen Kritis dan Lahirnya Panitia Sembilan

Setelah sidang BPUPK pertama selesai, Panitia Delapan pun mulai bekerja. Namun, proses ini tidak berjalan tanpa hambatan. Sukarno, yang saat itu juga menjabat sebagai Ketua Chuo Sangi In (badan penasehat Jepang), merasa perlu untuk melakukan rapat lanjutan dengan beberapa anggota BPUPK lainnya. Ia mengumpulkan sekitar 32 anggota BPUPK yang juga merupakan anggota Chuo Sangi In, serta beberapa tokoh lainnya yang tinggal di Jakarta. Rapat ini berlangsung pada 18-21 Juni 1945.

Ada satu hal yang sangat istimewa dari rapat ini: tidak ada satupun perwakilan dari pemerintah pendudukan Jepang yang hadir. Momen ini sangat penting karena memberikan keleluasaan bagi para tokoh bangsa untuk berdiskusi secara bebas tanpa intervensi. Dalam rapat inilah, Abikoesno Tjokrosoejoso dengan tegas menyampaikan pendapatnya bahwa kemerdekaan Indonesia harus lahir dari perjuangan bangsa Indonesia sendiri, bukan sebagai hadiah dari Jepang. Pandangan ini menunjukkan tekad kuat para pendiri bangsa untuk mandiri.

Di akhir pertemuan, Sukarno mengambil inisiatif untuk menyusun panitia kecil baru yang lebih representatif. Panitia ini diharapkan bisa mengakomodasi pemikiran-pemikiran yang berkembang di antara anggota BPUPK. Panitia kecil inilah yang kemudian dikenal sebagai Panitia Sembilan, terdiri dari sembilan anggota yang mencerminkan berbagai latar belakang, mulai dari nasionalis hingga kelompok Islam.

Berikut adalah nama-nama anggota Panitia Sembilan:

  1. Sukarno (Ketua)
  2. Mohammad Hatta (Wakil Ketua)
  3. A.A. Maramis
  4. K.H. A. Wachid Hasjim
  5. Mohammad Yamin
  6. Abdoel Kahar Moezakir
  7. H. Agoes Salim
  8. Abikoesno Tjokrosoejoso
  9. Ahmad Soebardjo

Menariknya, Ki Bagoes Hadikoesoemo tidak masuk dalam Panitia Sembilan karena ia sudah terlanjur kembali ke Yogyakarta. Meskipun begitu, ia adalah tokoh penting yang pandangannya tetap dihormati. Panitia Sembilan ini kemudian menjadi kunci dalam perumusan akhir Pancasila.

Perdebatan Panas di Panitia Sembilan dan Lahirnya Piagam Jakarta

Segera setelah Panitia Sembilan terbentuk, mereka langsung mengadakan pertemuan pada hari yang sama, 22 Juni 1945, di rumah Sukarno. Agenda utamanya adalah merumuskan pembukaan undang-undang dasar negara yang di dalamnya berisi rumusan dasar negara. Namun, pertemuan ini diwarnai oleh perdebatan yang cukup sengit.

Sebagian anggota Panitia Sembilan, yang mewakili kelompok Islam, menginginkan agar Islam menjadi dasar negara. Mereka berpendapat bahwa mayoritas penduduk Indonesia adalah muslim, sehingga wajar jika Islam dijadikan fondasi utama. Namun, sebagian anggota lainnya, yang mewakili kelompok nasionalis, menolak usulan tersebut. Mereka khawatir hal ini akan memecah belah bangsa, mengingat Indonesia adalah negara yang sangat beragam, terdiri dari berbagai agama, suku, dan budaya.

Perdebatan ini menunjukkan adanya ketegangan antara pandangan nasionalis sekuler dan pandangan yang berlandaskan agama. Namun, di sinilah kebesaran hati dan semangat persatuan para pendiri bangsa terlihat. Mereka berhasil mencapai kompromi yang sangat bersejarah. Hasilnya adalah rumusan Pancasila yang diakomodasi dalam pembukaan undang-undang dasar. Rumusan sila pertama menjadi: “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya“. Rumusan ini dikenal sebagai “tujuh kata” yang kemudian menjadi bagian dari Piagam Jakarta.

Setelah rumusan dasar negara disepakati, Mohammad Yamin diminta untuk membuat draf teks Pembukaan Undang-Undang Dasar. Namun, draf yang dibuatnya dinilai terlalu panjang. Akhirnya, Panitia Sembilan secara kolektif menyusun teks yang lebih ringkas. Dokumen hasil kerja Panitia Sembilan ini kemudian dinamai berbeda-beda oleh para tokoh: Sukarno menamainya “Mukadimah”, Soekiman menamainya “Gentlemen’s Agreement”, dan Mohammad Yamin menamainya “Piagam Jakarta”. Nama terakhir inilah yang paling dikenal hingga sekarang.

Berikut adalah rumusan Pancasila yang tertuang dalam Piagam Jakarta:

  1. Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya.
  2. Kemanusiaan yang adil dan beradab.
  3. Persatuan Indonesia.
  4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan.
  5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Teks ini menjadi landasan penting bagi Indonesia, meskipun nantinya pada sidang PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia), tujuh kata pada sila pertama diubah menjadi rumusan yang kita kenal sekarang, demi menjaga persatuan bangsa Indonesia yang lebih luas.

Kesimpulan

Adik-adik, perjalanan perumusan Pancasila adalah sebuah kisah luar biasa tentang musyawarah, mufakat, dan kompromi para pendiri bangsa. Dimulai dari pidato Sukarno yang menginspirasi, gagasan ini kemudian dirumuskan lebih lanjut oleh Panitia Delapan dan Panitia Sembilan. Di dalam Panitia Sembilan, perdebatan sengit mengenai dasar negara menunjukkan betapa sulitnya menyatukan berbagai pandangan. Namun, berkat semangat persatuan dan kebesaran hati para tokoh, mereka berhasil menemukan titik temu yang menghasilkan Piagam Jakarta. Piagam ini, meskipun kemudian disesuaikan, merupakan bukti nyata bahwa Pancasila adalah milik seluruh bangsa Indonesia. Ini adalah fondasi yang dibangun dengan keringat, pikiran, dan hati para pendiri bangsa, untuk menjamin persatuan dan kesatuan di tengah keberagaman yang luar biasa. Mempelajari sejarah perumusan Pancasila berarti menghargai perjuangan dan semangat persatuan yang telah diwariskan kepada kita.

10 Kuis dari Artikel:

  1. Siapakah Ketua BPUPK yang menugaskan panitia untuk merumuskan dasar negara berdasarkan pidato Sukarno?
  2. Panitia yang dibentuk pada sidang BPUPK pertama untuk menyusun rumusan dasar negara dikenal dengan nama apa?
  3. Sebutkan dua nama anggota Panitia Delapan yang juga termasuk dalam Panitia Sembilan!
  4. Mengapa rapat lanjutan yang dipimpin Sukarno pada 18-21 Juni 1945 dianggap penting?
  5. Apa alasan Sukarno membentuk Panitia Sembilan untuk menggantikan Panitia Delapan?
  6. Sebutkan tiga nama anggota Panitia Sembilan selain Sukarno dan Mohammad Hatta!
  7. Di mana Panitia Sembilan pertama kali mengadakan pertemuan untuk membahas rumusan dasar negara?
  8. Apa isu utama yang menyebabkan perdebatan sengit dalam rapat Panitia Sembilan pada 22 Juni 1945?
  9. Sebutkan tiga nama yang digunakan untuk menyebut rancangan pembukaan Undang-Undang Dasar yang dihasilkan oleh Panitia Sembilan!
  10. Tuliskan rumusan Pancasila sila pertama yang tertuang dalam Piagam Jakarta!

Jangan Ketinggalan Info Pendidikan Terbaru!

Yuk, gabung sekarang di Channel WhatsApp INFO Pendidikan kami untuk mendapatkan update terkini seputar dunia pendidikan, termasuk informasi penting mengenai materi pelajaran, tips belajar, dan banyak lagi!

KLIK DI SINI UNTUK GABUNG: https://whatsapp.com/channel/0029VaoZFfj1Hspp1XrPnP3q

Dapatkan Update Pendidikan Langsung di Telegram!

Temukan berbagai informasi penting seputar dunia pendidikan, mulai dari tips belajar efektif, materi sekolah, hingga info beasiswa, di Channel Telegram INFO Pendidikan.

KLIK DI SINI UNTUK GABUNG: https://t.me/Infopendidikannew

Scroll to Top