Membangun Peradaban Melalui Bahasa: Refleksi dan Harapan di Forum Menteri Menyapa Guru Bahasa Indonesia – Bahasa Indonesia, lebih dari sekadar alat komunikasi, adalah cerminan jiwa bangsa, tiang penyangga persatuan, dan jembatan menuju kemajuan peradaban. Namun, di tengah hiruk pikuk informasi dan disrupsi digital, tantangan terhadap literasi dan penggunaan bahasa yang santun semakin nyata. Dalam semangat mencari solusi dan mengobarkan kembali gairah terhadap bahasa ibu, sebuah forum dialog penting bertajuk “Pak Menteri Menyapa Guru Bahasa Indonesia” baru-baru ini diselenggarakan. Acara ini bukan hanya sekadar pertemuan formal, melainkan sebuah wadah interaktif yang mempertemukan para pembuat kebijakan, khususnya Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, dengan para guru dan siswa Bahasa Indonesia, menciptakan ruang untuk saling memahami, menyerap aspirasi, dan bersama-sama menyalakan semangat perubahan dalam pendidikan bahasa dan sastra Indonesia.
Forum ini menjadi momentum krusial untuk merefleksikan kondisi literasi nasional, mengidentifikasi akar permasalahan, dan merumuskan langkah-langkah strategis ke depan. Kehadiran berbagai pihak, mulai dari pejabat tinggi kementerian, anggota legislatif, hingga perwakilan guru dan siswa dari berbagai daerah, menunjukkan keseriusan kolektif dalam menghadapi tantangan bahasa. Diskusi yang terjalin tidak hanya menyentuh aspek teknis pengajaran, tetapi juga merambah ke dimensi filosofis dan sosiologis bahasa, menyoroti perannya dalam membentuk karakter bangsa dan memajukan peradaban. Dari forum ini, tergambar jelas bahwa upaya meningkatkan kualitas pengajaran Bahasa Indonesia adalah investasi jangka panjang untuk masa depan bangsa yang lebih cerdas, berbudaya, dan beradab.
Mengawali Dialog Penting: Sambutan dan Harapan
Acara “Pak Menteri Menyapa Guru Bahasa Indonesia” dibuka dengan khidmat, diawali dengan kumandang lagu kebangsaan Indonesia Raya, yang membangkitkan rasa nasionalisme dan kecintaan terhadap tanah air. Suasana haru dan bangga menyelimuti ruangan, mengingatkan semua yang hadir akan pentingnya peran bahasa dalam merekatkan persatuan bangsa yang majemut. Setelah itu, doa dipanjatkan, memohon kelancaran acara dan keberkahan bagi upaya bersama dalam memajukan pendidikan bahasa.
Dalam sesi pembukaan, sejumlah tamu terhormat dan tokoh penting turut hadir dan memberikan sambutan. Salah satunya adalah Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Bapak Abdul Mukti, yang kehadirannya menjadi simbol komitmen pemerintah terhadap isu-isu kebahasaan. Turut hadir pula Bapak Deni Cagur, seorang anggota Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia, yang mewakili suara legislatif dan menunjukkan dukungan parlemen terhadap inisiatif ini. Kehadiran mereka menegaskan bahwa masalah bahasa dan literasi adalah agenda nasional yang membutuhkan sinergi dari berbagai pihak.
Sambutan-sambutan awal ini tidak hanya berisi ucapan selamat datang, tetapi juga memaparkan visi dan harapan terhadap forum dialog ini. Para pembicara menekankan bahwa forum ini adalah kesempatan emas untuk menjalin komunikasi dua arah, mendengarkan langsung suara dari lapangan—para guru dan siswa—yang setiap hari berinterutaksi dengan tantangan dan realitas pendidikan bahasa. Diharapkan, dari diskusi ini akan lahir gagasan-gagasan segar dan solusi-solusi inovatif yang dapat diimplementasikan untuk meningkatkan kualitas pengajaran dan pembelajaran Bahasa Indonesia di seluruh jenjang pendidikan.
Fokus utama dari sambutan-sambutan tersebut adalah pentingnya kolaborasi dan partisipasi aktif. Baik pemerintah, DPR, maupun masyarakat luas, khususnya para pendidik, memiliki peran krusial dalam menjaga dan mengembangkan Bahasa Indonesia. Forum ini menjadi titik awal untuk memperkuat sinergi tersebut, memastikan bahwa setiap kebijakan yang dirumuskan benar-benar relevan dengan kebutuhan di lapangan dan dapat memberikan dampak positif yang maksimal. Dengan demikian, “Pak Menteri Menyapa Guru Bahasa Indonesia” bukan hanya sebuah acara, melainkan sebuah deklarasi bersama untuk memajukan bahasa sebagai pilar peradaban bangsa.
Tantangan Literasi Nasional: Potret Kondisi dan Urgensi Peran Guru
Salah satu isu paling mendesak yang disoroti dalam forum ini adalah kondisi literasi dan numerasi nasional yang masih memprihatinkan. Bapak Hafiz Muksin, Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, memaparkan data yang mengkhawatirkan dari hasil Asesmen Nasional tahun 2021 hingga 2024. Skor literasi dan numerasi siswa menunjukkan angka yang rendah, mengindikasikan bahwa kemampuan dasar membaca, memahami, dan mengaplikasikan konsep-konsep dasar masih menjadi pekerjaan rumah besar bagi sistem pendidikan kita.
Data ini menjadi alarm keras bagi semua pihak. Literasi, dalam konteks yang lebih luas, bukan hanya kemampuan membaca dan menulis, tetapi juga kemampuan untuk memahami, menganalisis, dan mengevaluasi informasi secara kritis. Rendahnya skor literasi berarti bahwa banyak siswa kita belum sepenuhnya memiliki keterampilan esensial ini, yang tentunya akan berdampak pada kemampuan mereka dalam menyerap ilmu pengetahuan di berbagai mata pelajaran dan juga dalam menghadapi tantangan di kehidupan nyata.
Bapak Hafiz Muksin secara tegas menekankan peran krusial guru Bahasa Indonesia dalam mengatasi krisis literasi ini. Guru Bahasa Indonesia adalah garda terdepan yang bertanggung jawab langsung dalam menanamkan fondasi literasi pada siswa. Merekalah yang setiap hari berinteraksi dengan siswa, membimbing mereka dalam memahami teks, menyusun argumen, dan mengekspresikan gagasan secara efektif. Oleh karena itu, peningkatan kompetensi dan dukungan terhadap guru Bahasa Indonesia menjadi sangat vital.
Selain itu, Bapak Hafiz juga menyoroti rendahnya Indeks Kemahiran Berbahasa Indonesia (IKBI) di kalangan siswa SMP dan SMA. IKBI mengukur seberapa baik siswa menguasai kaidah dan penggunaan Bahasa Indonesia yang baku dan efektif. Angka IKBI yang rendah menunjukkan bahwa meskipun Bahasa Indonesia adalah bahasa ibu mereka, banyak siswa masih kesulitan dalam menggunakan bahasa secara tepat, baik dalam konteks formal maupun informal. Ini mencakup kemampuan tata bahasa, pemilihan kata, hingga struktur kalimat yang benar.
Fenomena ini mengindikasikan adanya kesenjangan antara pengajaran bahasa di sekolah dengan praktik penggunaan bahasa sehari-hari. Pengaruh media sosial, bahasa gaul, dan konten-konten non-edukatif yang masif di ruang publik digital turut berkontribusi pada penurunan kemahiran berbahasa yang baik dan benar. Oleh karena itu, tugas guru Bahasa Indonesia menjadi semakin kompleks: tidak hanya mengajar teori, tetapi juga menanamkan kesadaran akan pentingnya penggunaan bahasa yang baik dan benar sebagai identitas bangsa.
Data-data yang dipaparkan oleh Kepala Badan Bahasa ini menjadi landasan kuat bagi diskusi selanjutnya dalam forum. Ini menegaskan bahwa upaya peningkatan literasi dan kemahiran berbahasa bukan lagi pilihan, melainkan sebuah keharusan mendesak yang membutuhkan perhatian serius dan tindakan konkret dari semua pemangku kepentingan.
Lima Tantangan Bahasa Menurut Menteri Abdul Mukti: Sebuah Refleksi Mendalam
Dalam pidatonya yang penuh inspirasi, Menteri Abdul Mukti tidak hanya mengakui tantangan yang ada, tetapi juga mengajak seluruh peserta untuk melihat lebih dalam pada lima tantangan fundamental terkait bahasa yang dihadapi bangsa Indonesia saat ini. Pemaparan beliau membuka wawasan baru tentang kompleksitas isu kebahasaan yang melampaui sekadar masalah teknis pengajaran.
1. Rendahnya Literasi Bahasa: Menteri Abdul Mukti mengawali dengan menegaskan kembali isu literasi yang telah disinggung sebelumnya. Beliau menekankan bahwa rendahnya kemampuan literasi bukan hanya sekadar angka, tetapi sebuah indikator bahwa masyarakat kita, khususnya generasi muda, belum sepenuhnya mampu mengolah informasi secara kritis, memahami konteks, dan mengekspresikan pikiran secara komprehensif. Ini adalah fondasi yang rapuh bagi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
2. Bahasa sebagai Alat Komunikasi Efektif dan Medium Ekspresi: Tantangan kedua adalah bagaimana menjadikan bahasa sebagai alat komunikasi yang benar-benar efektif dan medium yang kaya untuk mengekspresikan ide, seni, dan budaya. Bahasa yang baik memungkinkan gagasan disampaikan dengan jelas, tanpa salah tafsir. Lebih dari itu, bahasa adalah wadah bagi kreativitas, tempat seniman menuangkan karyanya, dan sarana bagi budaya untuk terus hidup dan berkembang. Ketika bahasa tidak digunakan secara efektif, potensi ekspresi dan komunikasi yang mendalam akan terhambat.
3. Kesantunan Berbahasa (Civility of Language): Menteri menyoroti fenomena yang sangat relevan dengan kondisi sosial saat ini: merosotnya kesantunan berbahasa. Beliau mengamati maraknya penggunaan bahasa yang tidak sopan, kasar, bahkan cenderung agresif di ruang publik, terutama di media sosial. Fenomena ini mengikis nilai-nilai luhur budaya bangsa yang menjunjung tinggi etika dan sopan santun. Bahasa yang kasar dapat memicu perpecahan, konflik, dan merusak tatanan sosial. Tantangan ini mengajak kita untuk merefleksikan kembali bagaimana bahasa dapat menjadi cerminan budi pekerti dan peradaban.
4. Bahasa Indonesia sebagai Alat Kedaulatan Nasional: Tantangan keempat adalah menjaga dan memperkuat peran Bahasa Indonesia sebagai alat kedaulatan nasional. Menteri mengingatkan kembali sejarah perjuangan bangsa, di mana Bahasa Indonesia menjadi pemersatu di tengah keberagaman suku dan budaya. Bahasa Indonesia adalah identitas kolektif yang membedakan kita dari bangsa lain. Di era globalisasi, di mana pengaruh bahasa asing begitu kuat, menjaga kedaulatan Bahasa Indonesia berarti menjaga kemandirian dan martabat bangsa. Ini bukan berarti menolak bahasa asing, tetapi menempatkan Bahasa Indonesia pada posisi yang utama.
5. Memanfaatkan Bahasa Indonesia untuk Membangun Kejayaan Bangsa dan Peradaban Mulia: Terakhir, Menteri Abdul Mukti mengajak untuk melihat bahasa sebagai instrumen strategis untuk membangun kejayaan nasional dan peradaban yang mulia. Bahasa Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi medium bagi karya-karya besar, inovasi, dan pencapaian global. Melalui bahasa, ilmu pengetahuan dapat disebarluaskan, teknologi dapat dikembangkan, dan budaya dapat diperkenalkan ke kancah internasional. Tantangan ini adalah ajakan untuk menggunakan Bahasa Indonesia sebagai kendaraan untuk mencapai puncak-puncak prestasi, baik di tingkat nasional maupun global.
Pemaparan Menteri Abdul Mukti ini memberikan kerangka berpikir yang komprehensif tentang peran dan tantangan bahasa. Ini bukan hanya tanggung jawab guru Bahasa Indonesia semata, tetapi tanggung jawab kolektif seluruh elemen bangsa untuk menjaga, mengembangkan, dan memanfaatkan bahasa sebagai kekuatan pendorong kemajuan.
Peran Guru dan Masa Depan Pendidikan Bahasa: Melampaui Batas Tradisional
Menteri Abdul Mukti tidak hanya memaparkan tantangan, tetapi juga memberikan arahan strategis mengenai peran guru dan arah masa depan pendidikan Bahasa Indonesia. Beliau menekankan bahwa pengajaran Bahasa Indonesia tidak boleh lagi terbatas pada hafalan tata bahasa atau sekadar kemampuan membaca. Lebih dari itu, guru harus mampu mengajarkan Bahasa Indonesia sebagai sebuah ilmu, yang mendorong pemikiran kritis dan penalaran logis melalui bahasa.
Mengajarkan bahasa sebagai ilmu berarti membekali siswa dengan kemampuan untuk menganalisis struktur bahasa, memahami nuansa makna, dan menggunakan bahasa secara strategis untuk berbagai tujuan. Ini melampaui sekadar membaca pemahaman; ini tentang bagaimana siswa dapat menguraikan argumen, mengidentifikasi bias, dan menyusun narasi yang koheren dan persuasif. Guru diharapkan untuk mendorong siswa berpikir secara mendalam tentang bagaimana bahasa bekerja dan bagaimana bahasa dapat digunakan sebagai alat untuk memahami dunia.
Konsep “deep learning” dalam pendidikan bahasa juga menjadi sorotan. Deep learning, dalam konteks ini, berarti pembelajaran yang mendalam, yang melampaui permukaan. Ini bukan hanya tentang memahami apa yang tertulis, tetapi juga mengapa itu ditulis, bagaimana konteks memengaruhi makna, dan bagaimana teks dapat dianalisis dari berbagai perspektif. Guru harus mendorong siswa untuk “membaca di antara baris,” menemukan makna tersirat, dan mengembangkan apresiasi yang lebih dalam terhadap sastra dan berbagai bentuk teks.
Salah satu tantangan paling provokatif yang dilontarkan Menteri kepada para pendidik adalah bagaimana pendidikan Bahasa Indonesia dapat melampaui kemampuan kecerdasan buatan (AI) seperti ChatGPT. ChatGPT dan model bahasa besar lainnya sangat mahir dalam menghasilkan teks yang koheren dan informatif. Namun, apakah mereka dapat memahami nuansa emosi, konteks budaya yang kompleks, atau menciptakan karya sastra yang benar-benar orisinal dan penuh makna? Menteri menantang guru untuk fokus pada aspek-aspek bahasa yang bersifat manusiawi, seperti kreativitas, empati, pemikiran filosofis, dan kemampuan untuk menggunakan bahasa sebagai alat untuk membangun hubungan antarmanusia yang otentik. Ini berarti pendidikan bahasa harus bergeser dari sekadar transmisi informasi menuju pengembangan kebijaksanaan dan pemahaman yang lebih dalam.
Untuk mencapai tujuan ini, guru Bahasa Indonesia perlu terus mengembangkan diri, mengadopsi metode pengajaran inovatif, dan memanfaatkan teknologi secara bijak. Mereka harus menjadi fasilitator yang mendorong siswa untuk menjadi pembelajar seumur hidup, yang tidak hanya mahir berbahasa tetapi juga mencintai bahasa sebagai warisan budaya yang tak ternilai. Tantangan ini adalah panggilan bagi para guru untuk menjadi arsitek peradaban melalui kekuatan kata.
Diskusi dan Aspirasi dari Berbagai Sudut: Suara Guru dan Siswa
Forum “Pak Menteri Menyapa Guru Bahasa Indonesia” benar-benar menjadi ajang dialog yang hidup, di mana berbagai aspirasi dan tantangan dari lapangan disampaikan secara langsung kepada pembuat kebijakan. Suara-suara ini memberikan gambaran nyata tentang realitas yang dihadapi oleh para guru dan siswa di berbagai daerah.
Ibu Siti Jumrah, seorang guru dari Jakarta Barat, mengangkat isu krusial mengenai rendahnya literasi dan dampak negatif konten media sosial yang kurang edukatif. Beliau mengamati bahwa banyak siswa lebih terpapar pada konten-konten hiburan yang dangkal daripada materi bacaan yang berkualitas. Untuk mengatasi ini, Ibu Siti mengusulkan adanya apresiasi bagi sekolah, siswa, dan guru yang berhasil meningkatkan literasi. Bentuk apresiasi ini bisa berupa penghargaan, insentif, atau dukungan program yang lebih besar, yang diharapkan dapat memicu semangat kompetisi positif dalam upaya peningkatan literasi.
Menanggapi hal ini, Bapak Hafiz Muksin dari Badan Bahasa memaparkan inisiatif konkret yang telah dilakukan lembaganya. Salah satunya adalah distribusi lebih dari 21 juta eksemplar bahan bacaan berkualitas ke lebih dari 35.000 institusi pendidikan di seluruh Indonesia. Ini adalah upaya masif untuk memastikan ketersediaan buku-buku yang menarik dan bermutu di sekolah-sekolah. Selain itu, Badan Bahasa juga berinovasi dengan menciptakan buku-buku digital, audio, dan Braille untuk siswa berkebutuhan khusus, menunjukkan komitmen terhadap inklusivitas dalam akses literasi.
Dari sisi organisasi profesi, Bapak Foy Ario, Ketua Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) Bahasa Indonesia Jakarta Timur, berbagi tantangan yang dihadapi guru di lapangan. Salah satu isu utama adalah beban mengajar yang berat akibat kekurangan guru. Kekurangan tenaga pengajar seringkali memaksa guru untuk mengajar di lebih banyak kelas atau mata pelajaran, yang dapat mengurangi kualitas pengajaran. Beliau juga menyoroti kebutuhan akan sumber daya yang lebih baik dan dukungan yang konsisten untuk kegiatan MGMP. MGMP adalah wadah penting bagi guru untuk berbagi praktik terbaik, mengembangkan materi ajar, dan meningkatkan kompetensi. Dukungan yang memadai akan memastikan MGMP dapat berfungsi optimal.
Suara dari generasi muda juga turut didengar. Faturrahman Abu, seorang siswa dari Maluku, menyampaikan harapan yang tulus: akses buku yang lebih mudah dan terjangkau di daerah terpencil. Ini adalah cerminan dari realitas bahwa distribusi buku berkualitas belum merata di seluruh Indonesia, terutama di wilayah-wilayah yang jauh dari pusat kota. Aspirasi Faturrahman menekankan bahwa ketersediaan bahan bacaan adalah kunci untuk menumbuhkan minat baca dan meningkatkan literasi di kalangan siswa.
Terakhir, Bapak Setiawan, Ketua Asosiasi Guru Bahasa dan Sastra Indonesia, mengemukakan perlunya model kolaborasi formal antara pemerintah dan organisasi profesi guru. Beliau berharap ada mekanisme resmi yang melibatkan guru secara langsung dalam inisiatif pengawasan dan pembinaan bahasa. Ini akan memastikan bahwa kebijakan yang dirumuskan relevan dengan kebutuhan di lapangan dan guru merasa memiliki peran aktif dalam pengembangan bahasa.
Diskusi dan aspirasi ini memperkaya perspektif para pembuat kebijakan, memberikan gambaran utuh tentang tantangan dan harapan dari berbagai tingkatan. Ini menunjukkan bahwa dialog terbuka adalah kunci untuk merumuskan solusi yang tepat guna dan berkelanjutan.
Komitmen DPR dan Penutup: Trigatra Bangun Bahasa sebagai Panduan
Partisipasi aktif dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia dalam forum ini menegaskan bahwa isu bahasa dan literasi adalah agenda bersama yang mendapat perhatian serius dari lembaga legislatif. Bapak Deni Cagur, yang mewakili Komisi X DPR, kembali menegaskan komitmen penuh komisi tersebut untuk mendukung pendidikan bahasa, pengembangan kurikulum, dan berbagai inisiatif literasi.
Komisi X DPR, yang membidangi pendidikan, kebudayaan, pemuda, olahraga, perpustakaan, dan pariwis, memiliki peran strategis dalam mengalokasikan anggaran, merumuskan undang-undang, dan mengawasi implementasi kebijakan di sektor pendidikan. Dukungan mereka terhadap inisiatif seperti distribusi buku ke daerah terpencil adalah kabar baik bagi siswa-siswa di wilayah yang selama ini kesulitan mengakses bahan bacaan berkualitas. Ini menunjukkan bahwa aspirasi yang disampaikan oleh siswa seperti Faturrahman Abu tidak hanya didengar, tetapi juga direspons dengan langkah konkret.
Selain itu, Bapak Deni Cagur juga menyinggung tentang revisi yang sedang berlangsung terhadap Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Proses revisi ini adalah kesempatan untuk memperkuat kerangka hukum yang mendukung pendidikan bahasa, memastikan bahwa kurikulum bahasa relevan dengan kebutuhan zaman, dan memberikan landasan yang kokoh bagi pengembangan literasi di seluruh jenjang pendidikan. Keterlibatan DPR dalam proses ini sangat penting untuk memastikan bahwa kebijakan yang dihasilkan bersifat komprehensif dan berkelanjutan.
Komitmen DPR ini memberikan harapan bahwa upaya memajukan bahasa dan literasi akan terus didukung melalui kebijakan yang berpihak pada pendidikan. Sinergi antara eksekutif (pemerintah) dan legislatif (DPR) adalah kunci untuk menciptakan lingkungan yang kondusif bagi pertumbuhan dan perkembangan Bahasa Indonesia.
Acara “Pak Menteri Menyapa Guru Bahasa Indonesia” ditutup dengan penegasan kembali prinsip “Trigatra Bangun Bahasa”. Ini adalah sebuah panduan filosofis yang telah lama menjadi pegangan dalam pengembangan bahasa di Indonesia, meliputi tiga pilar utama:
- Prioritaskan Bahasa Indonesia: Ini berarti menempatkan Bahasa Indonesia sebagai bahasa utama dalam segala aspek kehidupan berbangsa dan bernegara, baik dalam komunikasi resmi, pendidikan, maupun ruang publik.
- Lestarikan Bahasa Daerah: Mengakui dan menghargai keberagaman bahasa daerah sebagai kekayaan budaya bangsa yang tak ternilai. Pelestarian bahasa daerah adalah bagian integral dari upaya menjaga identitas lokal dan nasional.
- Kuasai Bahasa Asing: Mendorong penguasaan bahasa asing sebagai jendela untuk mengakses ilmu pengetahuan global, berinteraksi dengan dunia internasional, dan meningkatkan daya saing bangsa di kancah global.
“Trigatra Bangun Bahasa” bukan sekadar slogan, melainkan sebuah visi holistik yang menyeimbangkan antara nasionalisme bahasa, pelestarian budaya lokal, dan keterbukaan terhadap dunia. Penegasan kembali prinsip ini di akhir acara menjadi pengingat bahwa upaya memajukan bahasa adalah perjalanan berkelanjutan yang membutuhkan kesadaran, komitmen, dan kerja sama dari seluruh elemen bangsa. Forum ini telah berhasil menyalakan kembali semangat tersebut, membuka jalan bagi masa depan pendidikan bahasa yang lebih cerah di Indonesia.
Kesimpulan
Forum “Pak Menteri Menyapa Guru Bahasa Indonesia” telah menjadi platform krusial yang secara gamblang memotret tantangan dan harapan di tengah upaya memajukan literasi serta kemahiran berbahasa di Indonesia. Diskusi mendalam mengenai rendahnya skor Asesmen Nasional dalam literasi dan numerasi, serta Indeks Kemahiran Berbahasa Indonesia yang masih perlu ditingkatkan, menegaskan urgensi peran sentral guru Bahasa Indonesia. Menteri Abdul Mukti secara komprehensif menguraikan lima tantangan fundamental, mulai dari rendahnya literasi, efektivitas bahasa sebagai alat komunikasi dan ekspresi, pentingnya kesantunan berbahasa, hingga perannya sebagai alat kedaulatan dan pendorong kejayaan bangsa.
Panggilan untuk mengajarkan Bahasa Indonesia sebagai ilmu yang mendorong pemikiran kritis dan “deep learning,” serta tantangan untuk melampaui kemampuan AI seperti ChatGPT, menunjukkan arah baru dalam pendidikan bahasa yang lebih relevan dan transformatif. Aspirasi dari guru dan siswa, mulai dari kebutuhan akan apresiasi literasi, ketersediaan bahan bacaan di daerah terpencil, hingga dukungan terhadap organisasi profesi guru, telah didengar dan direspons dengan komitmen dari berbagai pihak, termasuk Badan Bahasa dan Komisi X DPR RI. Penegasan kembali “Trigatra Bangun Bahasa” sebagai panduan mengakhiri forum ini, menggarisbawahi bahwa upaya memprioritaskan Bahasa Indonesia, melestarikan bahasa daerah, dan menguasai bahasa asing adalah sebuah visi holistik yang membutuhkan sinergi berkelanjutan. Pada akhirnya, forum ini bukan hanya sekadar dialog, melainkan sebuah momentum penting untuk menyalakan kembali semangat kolektif dalam membangun peradaban bangsa yang lebih cerdas, santun, dan berdaya saing melalui kekuatan bahasa.
Dapatkan update terbaru seputar dunia pendidikan langsung dari ponsel Anda:
✅ Info terbaru Kurikulum Merdeka
✅ Format KKTP, Modul Ajar, ATP siap pakai
✅ Contoh administrasi guru lengkap
✅ Materi dan soal latihan untuk SD–SMA
✅ Tips dan berita pendidikan terpercaya
Semua bisa Anda akses gratis dan praktis lewat saluran WhatsApp kami. Jangan lewatkan informasi penting untuk guru, orang tua, dan siswa! 📲 Klik & bergabung sekarang untuk tidak ketinggalan info penting! — BERGABUNG SALURAN WHATSAPP