Membedah Peraturan Menteri Pendidikan Nomor 11 Tahun 2025: Perubahan Beban Kerja Guru

Membedah Peraturan Menteri Pendidikan Nomor 11 Tahun 2025: Perubahan Beban Kerja Guru – Dunia pendidikan di Indonesia adalah sektor yang tak pernah berhenti berdinakima. Setiap kebijakan baru yang dikeluarkan pemerintah senantiasa bertujuan untuk meningkatkan kualitas pendidikan nasional, yang pada akhirnya akan membentuk generasi penerus bangsa yang lebih baik. Salah satu aspek fundamental yang kerap menjadi sorotan adalah peran dan beban kerja para pendidik kita, para guru. Mereka adalah garda terdepan dalam mencerdaskan kehidupan bangsa, dan oleh karenanya, regulasi yang mengatur beban kerja mereka sangatlah krusial.

Pada pertengahan tahun 2025, Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah Republik Indonesia merilis sebuah kebijakan penting, yaitu Peraturan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2025 tentang Pemenuhan Beban Kerja Guru. Peraturan ini datang sebagai upaya pemerintah untuk menyelaraskan ekspektasi terhadap kinerja guru dengan kerangka kerja yang jelas dan terukur. Ini bukan sekadar penambahan jam kerja atau pengurangan tugas, melainkan sebuah restrukturisasi yang diharapkan dapat mendorong efektivitas dan profesionalisme guru di seluruh jenjang pendidikan.

Lalu, apa sebenarnya inti dari peraturan baru ini? Bagaimana ia mendefinisikan ulang peran dan tanggung jawab guru? Artikel ini akan mengupas tuntas setiap detail penting dari Peraturan Menteri ini, menjelaskan terminologi kunci, serta menganalisis implikasi dari ketentuan-ketentuan yang ada. Tujuannya adalah untuk memberikan pemahaman yang komprehensif bagi para guru, kepala sekolah, dinas pendidikan, hingga masyarakat luas mengenai bagaimana kebijakan ini akan membentuk lanskap pendidikan dasar dan menengah di Indonesia ke depan. Mari kita selami lebih dalam untuk memahami perubahan yang dibawa oleh peraturan ini.

Definisi Kunci dalam Regulasi Beban Kerja Guru

Setiap peraturan hukum dimulai dengan serangkaian definisi untuk memastikan keseragaman pemahaman dan interpretasi. Peraturan Menteri Nomor 11 Tahun 2025 ini juga demikian, memulai dengan mendefinisikan istilah-istilah sentral yang menjadi dasar bagi seluruh ketentuan selanjutnya. Memahami definisi ini adalah langkah pertama untuk mencerna substansi peraturan secara utuh.

1. Guru: Lebih dari Sekadar Pengajar

Dalam Pasal 1 ayat (1) Peraturan Menteri ini, definisi Guru diperluas maknanya. Guru didefinisikan sebagai pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi murid pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.

Definisi ini sangat penting karena mencerminkan cakupan peran guru yang komprehensif. Guru bukan hanya seseorang yang menyampaikan materi pelajaran (mengajar), tetapi juga figur yang:

  • Mendidik: Menanamkan nilai-nilai karakter, moral, dan etika.
  • Membimbing: Memberikan arahan personal dan spiritual kepada murid.
  • Mengarahkan: Membantu murid menemukan potensi dan jalannya.
  • Melatih: Mengembangkan keterampilan dan kompetensi praktis.
  • Menilai dan Mengevaluasi: Mengukur capaian belajar dan memberikan umpan balik untuk perbaikan.

Selain itu, cakupan jenjang pendidikan juga diperjelas: mulai dari pendidikan anak usia dini (PAUD) jalur pendidikan formal, pendidikan dasar (SD/MI, SMP/MTs), hingga pendidikan menengah (SMA/MA/SMK/MAK). Ini menegaskan bahwa peraturan ini berlaku universal untuk semua guru di jenjang tersebut, bukan hanya di satu tingkatan saja. Penekanan pada “pendidik profesional” juga mengindikasikan adanya standar kompetensi dan etika yang melekat pada profesi guru.

2. Tatap Muka: Inti Interaksi Pembelajaran

Pasal 1 ayat (2) mendefinisikan Tatap Muka sebagai interaksi langsung antara Guru dan murid dalam kegiatan pembelajaran atau pembimbingan sesuai dengan beban belajar murid dalam struktur kurikulum.

Definisi ini menyoroti esensi dari proses belajar mengajar. Tatap muka adalah momen krusial di mana guru dan murid berinteraksi secara fisik, memungkinkan transfer pengetahuan, pengembangan keterampilan, dan pembentukan karakter secara langsung. Poin penting dari definisi ini adalah:

  • Interaksi langsung: Mengisyaratkan kehadiran fisik guru dan murid di satu tempat.
  • Kegiatan pembelajaran atau pembimbingan: Tidak hanya terbatas pada penyampaian materi, tetapi juga mencakup kegiatan bimbingan personal atau kelompok.
  • Sesuai dengan beban belajar murid dalam struktur kurikulum: Menegaskan bahwa kegiatan tatap muka harus selaras dengan alokasi waktu dan materi yang ditetapkan dalam kurikulum yang berlaku.

Definisi ini penting karena tatap muka seringkali menjadi salah satu komponen utama dalam penghitungan beban kerja guru.

3. Satuan Administrasi Pangkal (Satminkal): Identitas Guru

Selanjutnya, Pasal 1 ayat (3) memperkenalkan istilah Satuan Administrasi Pangkal (Satminkal) yang didefinisikan sebagai unit organisasi utama yang secara administrasi Guru terdaftar sebagai Guru.

Satminkal dapat diartikan sebagai induk atau unit kerja utama tempat seorang guru secara resmi terdaftar. Ini bisa berupa sekolah tempat guru mengajar secara reguler, atau unit dinas pendidikan yang menaungi guru-guru tertentu. Pentingnya Satminkal adalah untuk tujuan administrasi kepegawaian, penggajian, serta penempatan tugas. Guru biasanya hanya memiliki satu Satminkal tempat mereka terdaftar secara permanen, meskipun mereka mungkin memiliki tugas tambahan di luar Satminkal tersebut.

4. Dinas: Peran Otoritas Lokal

Pasal 1 ayat (4) mendefinisikan Dinas sebagai satuan kerja perangkat daerah yang membidangi urusan pendidikan di tingkat daerah provinsi atau daerah kabupaten/kota.

Definisi ini merujuk pada otoritas pendidikan di tingkat lokal. Dinas pendidikan provinsi bertanggung jawab atas pendidikan menengah, sementara dinas pendidikan kabupaten/kota bertanggung jawab atas pendidikan dasar. Peran Dinas sangat krusial dalam implementasi peraturan ini, karena mereka adalah pihak yang akan mengawasi, memfasilitasi, dan memastikan kepatuhan sekolah serta guru terhadap regulasi beban kerja ini di wilayahnya masing-masing. Mereka juga bertanggung jawab atas data guru, penyaluran tunjangan, hingga pengembangan kapasitas guru.

5. Menteri: Penentu Kebijakan Pusat

Terakhir, Pasal 1 ayat (5) mendefinisikan Menteri sebagai menteri yang menyelenggarakan suburusan pemerintahan pendidikan dasar dan pendidikan menengah yang merupakan lingkup urusan pemerintahan di bidang pendidikan.

Definisi ini secara jelas merujuk kepada Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Republik Indonesia. Beliau adalah pemegang otoritas tertinggi di tingkat pusat dalam menentukan kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan pendidikan dasar dan menengah, termasuk dalam hal pengaturan beban kerja guru ini. Peraturan ini sendiri adalah produk dari kewenangan yang dimiliki oleh Menteri.

Beban Kerja Guru: Angka dan Fleksibilitas

Setelah memahami definisi-definisi kunci, kini saatnya masuk ke inti dari peraturan ini, yaitu ketentuan mengenai beban kerja guru. Pasal 2 adalah jantung dari Peraturan Menteri Nomor 11 Tahun 2025.

Beban Kerja Standar: 37,5 Jam Seminggu

Pasal 2 ayat (1) menyatakan secara eksplisit bahwa Guru melaksanakan beban kerja selama 37 (tiga puluh tujuh) jam dan 30 (tiga puluh) menit jam kerja dalam 1 (satu) minggu tidak termasuk jam istirahat.

Ini adalah angka yang sangat penting. Beban kerja 37,5 jam per minggu ini mencakup seluruh aktivitas guru yang terkait dengan tugas utama mereka, yaitu mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi murid. Angka ini adalah total waktu yang diharapkan seorang guru dedikasikan untuk pekerjaan profesionalnya dalam satu minggu kerja.

Poin krusial lainnya adalah frasa “tidak termasuk jam istirahat”. Ini berarti waktu istirahat yang diambil guru selama jam kerja (misalnya, istirahat makan siang atau istirahat singkat antar pelajaran) tidak dihitung sebagai bagian dari 37,5 jam tersebut. Ini memastikan bahwa 37,5 jam adalah waktu kerja murni yang didedikasikan untuk tugas-tugas pendidikan.

Peraturan sebelumnya mungkin memiliki fokus pada jumlah jam tatap muka minimal per minggu. Namun, peraturan ini tampaknya mengambil pendekatan yang lebih holistik dengan menetapkan total jam kerja mingguan. Ini bisa berarti bahwa selain jam tatap muka, aktivitas lain seperti persiapan mengajar, koreksi tugas, pengembangan diri, koordinasi dengan orang tua, rapat guru, hingga kegiatan ekstrakurikuler yang dibimbing guru, semuanya akan diperhitungkan dalam total 37,5 jam tersebut. Pendekatan ini dapat mendorong guru untuk melihat tugas mereka secara lebih menyeluruh, tidak hanya terfokus pada jam di depan kelas.

Penugasan Tambahan: Kepala Sekolah, Pendamping, atau Pendidik Nonformal

Pasal 2 ayat (2) memberikan fleksibilitas tambahan terkait beban kerja ini. Dinyatakan bahwa Guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan penugasan sebagai kepala satuan pendidikan, pendamping satuan pendidikan, atau pendidik pada jalur pendidikan nonformal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Ayat ini menunjukkan bahwa beban kerja 37,5 jam tersebut adalah beban kerja dasar bagi seorang guru. Namun, ada kemungkinan guru diberikan tugas tambahan yang melebihi peran guru kelas biasa. Penugasan tambahan ini diakui dan diatur oleh peraturan. Tiga jenis penugasan tambahan yang disebut adalah:

  1. Kepala Satuan Pendidikan: Ini merujuk pada guru yang diangkat menjadi kepala sekolah atau madrasah. Peran ini membawa tanggung jawab manajerial dan kepemimpinan yang lebih besar, dan beban kerja mereka akan disesuaikan dengan status barunya.
  2. Pendamping Satuan Pendidikan: Ini bisa mencakup guru yang ditugaskan sebagai koordinator kurikulum, wakil kepala sekolah, atau pembina khusus dalam program-program tertentu di sekolah. Mereka memiliki peran tambahan dalam mendukung operasional dan pengembangan sekolah.
  3. Pendidik pada Jalur Pendidikan Nonformal: Ini membuka peluang bagi guru untuk berkontribusi di luar pendidikan formal, misalnya sebagai tutor di pusat kegiatan belajar masyarakat (PKBM), instruktur kursus, atau fasilitator program pendidikan informal lainnya yang relevan. Tentunya, penugasan ini harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Penting untuk dicatat bahwa frasa “dapat diberikan penugasan” mengindikasikan bahwa ini adalah opsi, bukan kewajiban. Penugasan tambahan ini juga harus “sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan” lainnya, yang berarti ada regulasi spesifik yang mengatur persyaratan, prosedur, dan kompensasi untuk setiap jenis penugasan tambahan tersebut. Ini menjaga agar penugasan tambahan tidak memberatkan guru secara tidak proporsional dan tetap dalam koridor hukum.

Implikasi Peraturan Bagi Ekosistem Pendidikan

Peraturan Menteri Nomor 11 Tahun 2025 ini membawa sejumlah implikasi penting bagi berbagai pihak dalam ekosistem pendidikan.

Bagi Guru: Penjelasan dan Penyesuaian

Bagi para guru, peraturan ini memberikan kejelasan mengenai ekspektasi beban kerja. Angka 37,5 jam per minggu akan menjadi patokan. Ini mungkin mendorong beberapa penyesuaian:

  • Perencanaan Waktu yang Lebih Baik: Guru perlu lebih cermat dalam merencanakan seluruh aktivitas mereka dalam seminggu, tidak hanya jam tatap muka. Ini mencakup waktu untuk persiapan mengajar, penilaian, administrasi, pengembangan profesional, dan komunikasi dengan orang tua.
  • Peningkatan Efisiensi: Dengan batasan jam kerja, guru diharapkan dapat bekerja lebih efisien dalam mengelola waktu dan tugas.
  • Pengakuan atas Tugas Non-Tatap Muka: Peraturan ini secara implisit mengakui pentingnya tugas-tugas non-tatap muka yang selama ini mungkin kurang diperhitungkan dalam beban kerja formal. Ini bisa meningkatkan apresiasi terhadap kerja keras guru di luar kelas.
  • Peluang Pengembangan Karir: Adanya pengakuan terhadap penugasan tambahan sebagai kepala satuan pendidikan atau pendamping satuan pendidikan memberikan jalur karir yang lebih jelas bagi guru-guru berprestasi.

Namun, implementasinya juga harus memastikan bahwa guru tidak dibebani dengan tugas administratif yang berlebihan sehingga mengurangi waktu esensial untuk mendidik dan mengajar.

Bagi Kepala Sekolah: Manajemen Sumber Daya yang Cermat

Kepala sekolah akan menjadi garda terdepan dalam implementasi peraturan ini di tingkat satuan pendidikan. Mereka harus:

  • Menganalisis Beban Kerja Guru: Menghitung dan mendistribusikan beban kerja setiap guru secara adil, memastikan tidak ada guru yang kelebihan beban atau kurang jam kerja.
  • Optimalisasi Jadwal Pelajaran: Menyesuaikan jadwal tatap muka dan kegiatan lain agar sesuai dengan total 37,5 jam beban kerja guru.
  • Manajemen Tugas Tambahan: Mengelola penugasan guru untuk tugas-tugas tambahan (seperti koordinator, pembina ekstrakurikuler) agar tidak mengganggu tugas utama mereka.
  • Pelaporan dan Pemantauan: Memastikan laporan beban kerja guru akurat dan mematuhi regulasi, serta memantau pelaksanaannya secara berkala.
  • Dukungan Profesional: Memberikan dukungan yang dibutuhkan guru agar dapat memenuhi beban kerja dengan efektif, termasuk akses ke pelatihan atau sumber daya.

Peran kepala sekolah akan sangat krusial dalam menciptakan lingkungan kerja yang produktif dan kondusif bagi para guru.

Bagi Dinas Pendidikan: Pengawasan dan Fasilitasi

Dinas pendidikan provinsi dan kabupaten/kota memiliki peran strategis dalam skala yang lebih luas:

  • Sosialisasi dan Implementasi: Memastikan seluruh satuan pendidikan di wilayahnya memahami dan mengimplementasikan peraturan ini dengan benar.
  • Pengawasan dan Evaluasi: Melakukan pengawasan rutin untuk memastikan kepatuhan sekolah dan guru terhadap regulasi beban kerja. Evaluasi berkala akan diperlukan untuk mengidentifikasi tantangan dan area perbaikan.
  • Penyediaan Data: Memastikan data guru dan beban kerjanya di seluruh sekolah terekam dengan baik dan akurat untuk keperluan pelaporan ke pusat.
  • Fasilitasi dan Pembinaan: Memberikan fasilitasi, bimbingan teknis, dan pelatihan kepada sekolah dan guru terkait implementasi peraturan ini.
  • Penyelesaian Masalah: Menjadi mediator dan mencari solusi jika ada permasalahan atau keberatan terkait beban kerja guru.

Dinas pendidikan adalah jembatan antara kebijakan pusat dan implementasi di lapangan.

Bagi Pemerintah Pusat: Evaluasi dan Perbaikan Kebijakan

Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah, sebagai pembuat kebijakan, akan terus:

  • Memantau Efektivitas: Mengamati bagaimana peraturan ini berjalan di lapangan, apakah mencapai tujuan yang diharapkan, ataukah ada efek samping yang tidak diinginkan.
  • Mengumpulkan Umpan Balik: Menerima masukan dari guru, kepala sekolah, dinas pendidikan, dan pemangku kepentingan lainnya.
  • Melakukan Penyesuaian: Jika diperlukan, kementerian tidak akan ragu untuk melakukan penyesuaian atau amendemen terhadap peraturan ini di kemudian hari berdasarkan data dan evaluasi yang komprehensif.

Peraturan ini adalah bagian dari upaya berkelanjutan untuk menyempurnakan sistem pendidikan di Indonesia.

Tantangan dan Peluang di Balik Peraturan Baru

Setiap kebijakan baru selalu membawa serta tantangan dan peluang. Peraturan mengenai beban kerja guru ini pun demikian.

Tantangan

  1. Pengukuran Aktivitas Non-Tatap Muka: Salah satu tantangan terbesar adalah bagaimana secara adil dan akurat menghitung serta memverifikasi jam kerja yang didedikasikan untuk aktivitas non-tatap muka (misalnya, persiapan, penilaian, pengembangan diri). Dibutuhkan mekanisme pelaporan yang jelas dan tidak memberatkan guru dengan administrasi yang terlalu rumit.
  2. Kesesuaian dengan Kondisi Lokal: Indonesia adalah negara yang luas dengan kondisi geografis dan sosial yang beragam. Beban kerja 37,5 jam mungkin terasa berbeda di sekolah-sekolah perkotaan dengan fasilitas lengkap dibandingkan dengan sekolah di daerah terpencil yang memiliki keterbatasan sumber daya. Fleksibilitas dalam implementasi perlu dipertimbangkan.
  3. Kualitas vs. Kuantitas: Jangan sampai fokus pada pemenuhan jam kerja mengorbankan kualitas pembelajaran. Penting untuk memastikan bahwa guru tidak hanya memenuhi jam, tetapi juga menghasilkan pembelajaran yang bermutu.
  4. Ketersediaan Guru: Di beberapa daerah, mungkin masih terjadi kekurangan guru, yang dapat menyebabkan satu guru memikul beban kerja yang lebih besar dari yang seharusnya. Peraturan ini perlu didukung dengan kebijakan pemerataan guru yang lebih efektif.
  5. Pengawasan yang Efektif: Memastikan bahwa peraturan ini ditegakkan secara konsisten di seluruh Indonesia membutuhkan sistem pengawasan yang kuat dan transparan.

Peluang

  1. Meningkatkan Profesionalisme Guru: Dengan kejelasan beban kerja, guru dapat lebih terstruktur dalam merencanakan dan melaksanakan tugas-tugas profesionalnya, mendorong peningkatan profesionalisme.
  2. Apresiasi Tugas Komprehensif Guru: Peraturan ini mengakui berbagai aspek pekerjaan guru di luar jam mengajar di kelas, memberikan pengakuan yang lebih utuh terhadap kontribusi mereka.
  3. Peningkatan Kesejahteraan Guru: Jika beban kerja terdistribusi dengan adil dan efisien, diharapkan guru memiliki waktu lebih untuk pengembangan diri dan kehidupan pribadi, yang pada gilirannya dapat meningkatkan kesejahteraan mereka.
  4. Data yang Lebih Akurat: Dengan kerangka beban kerja yang lebih terukur, pemerintah dapat mengumpulkan data yang lebih akurat mengenai kebutuhan guru dan efektivitas alokasi sumber daya.
  5. Pendorong Inovasi Pembelajaran: Dengan waktu yang lebih terstruktur, guru diharapkan memiliki lebih banyak kesempatan untuk mengembangkan metode pembelajaran inovatif, melakukan penelitian tindakan kelas, atau berkolaborasi dengan rekan sejawat.

Peraturan ini dapat menjadi katalisator untuk perubahan positif jika implementasinya dilakukan dengan bijak, transparan, dan didukung oleh semua pihak.

Peran Teknologi dalam Pemenuhan Beban Kerja

Di era digital ini, teknologi dapat memainkan peran penting dalam membantu guru memenuhi beban kerja mereka secara lebih efisien dan efektif.

  • Platform Manajemen Pembelajaran (LMS): LMS seperti Google Classroom atau Moodle dapat membantu guru dalam mengelola materi pelajaran, mengirimkan tugas, mengumpulkan pekerjaan siswa, dan memberikan umpan balik secara daring, mengurangi beban administrasi manual.
  • Sistem Informasi Guru: Pengembangan sistem informasi yang terintegrasi untuk pencatatan aktivitas guru dapat memudahkan pelaporan beban kerja dan mengurangi birokrasi.
  • Sumber Daya Pembelajaran Digital: Akses ke berbagai sumber daya digital (video edukasi, simulasi interaktif, e-book) dapat membantu guru dalam persiapan mengajar dan memperkaya materi pembelajaran.
  • Alat Kolaborasi Online: Google Docs, Microsoft Teams, atau platform kolaborasi lainnya memungkinkan guru untuk berkolaborasi dengan rekan sejawat, menyusun RPP bersama, atau berbagi pengalaman.
  • Pelatihan Daring: Program pengembangan profesional guru (PPG) atau workshop daring dapat diakses tanpa mengganggu jadwal tatap muka, memungkinkan guru untuk terus meningkatkan kompetensinya.

Pemanfaatan teknologi secara optimal dapat membantu guru mengoptimalkan 37,5 jam beban kerja mereka, sehingga lebih banyak waktu dapat difokuskan pada interaksi bermakna dengan murid dan pengembangan kualitas pembelajaran.

Harapan ke Depan

Peraturan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Nomor 11 Tahun 2025 adalah langkah maju dalam upaya pemerintah untuk menata dan mengoptimalkan beban kerja guru di Indonesia. Harapan besar terletak pada implementasinya. Agar peraturan ini benar-benar efektif dan memberikan dampak positif, perlu ada:

  • Sosialisasi yang intensif dan menyeluruh kepada seluruh pemangku kepentingan.
  • Pedoman pelaksanaan yang jelas dan praktis agar tidak menimbulkan kebingungan di lapangan.
  • Sistem pelaporan yang sederhana namun akuntabel untuk mengukur beban kerja.
  • Dukungan fasilitas dan infrastruktur yang memadai, terutama di daerah-daerah yang masih terbatas.
  • Dialog dan umpan balik yang berkelanjutan dari guru dan kepala sekolah untuk perbaikan di masa mendatang.

Pada akhirnya, tujuan dari pengaturan beban kerja guru adalah untuk memastikan bahwa mereka dapat menjalankan tugas mulia mereka sebagai pendidik secara optimal, sehingga menghasilkan generasi penerus bangsa yang cerdas, berkarakter, dan siap menghadapi tantangan masa depan.

Kesimpulan

Peraturan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2025 tentang Pemenuhan Beban Kerja Guru adalah sebuah regulasi penting yang mendefinisikan secara jelas peran guru sebagai pendidik profesional dengan berbagai tugas, termasuk mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi murid. Ketentuan utama dalam peraturan ini menetapkan beban kerja guru selama 37 jam 30 menit per minggu, tidak termasuk jam istirahat, yang mencakup seluruh aktivitas profesional mereka. Selain itu, peraturan ini juga memberikan ruang bagi penugasan tambahan bagi guru sebagai kepala satuan pendidikan, pendamping satuan pendidikan, atau pendidik pada jalur pendidikan nonformal. Diharapkan, dengan kejelasan ini, profesionalisme guru dapat meningkat, pengelolaan pendidikan di sekolah dan dinas menjadi lebih terarah, serta kualitas pendidikan nasional dapat terus ditingkatkan demi masa depan bangsa yang lebih baik.

Dapatkan update terbaru seputar dunia pendidikan langsung dari ponsel Anda:

✅ Info terbaru Kurikulum Merdeka
✅ Format KKTP, Modul Ajar, ATP siap pakai
✅ Contoh administrasi guru lengkap
✅ Materi dan soal latihan untuk SD–SMA
✅ Tips dan berita pendidikan terpercaya

Semua bisa Anda akses gratis dan praktis lewat saluran WhatsApp kami. Jangan lewatkan informasi penting untuk guru, orang tua, dan siswa! 📲 Klik & bergabung sekarang untuk tidak ketinggalan info penting! — BERGABUNG SALURAN WHATSAPP Atau BERGABUNG SALURAN TELEGRAM Info Pendidikan