Era Baru Pengukuran Kompetensi: Mendalami Peraturan Menteri Pendidikan tentang TKA 2025 untuk SD, SMP, SMA, SMK

Era Baru Pengukuran Kompetensi: Mendalami Peraturan Menteri Pendidikan tentang TKA 2025 untuk SD, SMP, SMA, SMK – Gelombang perubahan kembali menyapu dunia pendidikan di Indonesia dengan lahirnya Peraturan Menteri Pendidikan Nomor 9 Tahun 2025 tentang Tes Kemampuan Akademik (TKA) Siswa Tahun 2025 Jenjang SD, SMP, SMA dan SMK. Regulasi ini bukan sekadar tambahan aturan, melainkan sebuah fondasi baru yang dirancang untuk mengukuhkan dan meningkatkan kualitas capaian belajar siswa di seluruh tingkatan. TKA hadir sebagai instrumen evaluasi yang lebih dari sekadar menguji ingatan; ia bertujuan mengukur pemahaman mendalam, kemampuan analisis, serta keterampilan berpikir kritis yang esensial bagi generasi masa depan. Kebijakan ini menandai komitmen pemerintah untuk memastikan setiap peserta didik memiliki bekal yang kuat dalam menghadapi tantangan era modern, di mana kompetensi akademik menjadi kunci vital dalam persaingan global yang semakin ketat. Dengan adanya TKA, diharapkan standar pendidikan akan lebih terukur dan seragam, menciptakan pondasi yang kokoh bagi masa depan pendidikan di Indonesia.

TKA 2025: Inti Pengukuran Kompetensi yang Lebih Mendalam

Inovasi dalam kebijakan pendidikan adalah sebuah keniscayaan, dan TKA 2025 adalah manifestasi nyata dari kebutuhan tersebut. Apa yang menjadikan TKA ini begitu krusial dan berbeda dari sistem evaluasi yang telah ada sebelumnya? TKA dirancang untuk menyajikan gambaran yang lebih utuh mengenai kecakapan akademik siswa. Fokusnya tidak lagi semata-mata pada penguasaan materi tekstual, melainkan juga pada kemampuan siswa dalam menerapkan pengetahuan, menganalisis informasi, dan menyelesaikan permasalahan kompleks. Ini adalah pergeseran paradigma yang penting, dari sekadar “apa yang dihafal” menjadi “apa yang dapat dilakukan” oleh siswa.

Peraturan Menteri Pendidikan Nomor 9 Tahun 2025 menguraikan secara rinci berbagai aspek terkait TKA, mulai dari filosofi di baliknya, prosedur pelaksanaannya, hingga bagaimana hasil tes ini akan digunakan. TKA tidak sekadar menjadi ujian akhir yang menentukan kelulusan. Lebih dari itu, ia berperan sebagai alat diagnostik yang mampu memberikan umpan balik berharga bagi semua pemangku kepentingan: siswa itu sendiri, para guru, pihak sekolah, hingga pemerintah daerah dan pusat. Data yang terkumpul dari TKA akan menjadi peta jalan yang jelas untuk mengidentifikasi area kekuatan dan kelemahan dalam sistem pendidikan kita. Dengan informasi ini, program-program perbaikan dan intervensi dapat dirumuskan dengan lebih presisi, memastikan bahwa setiap upaya peningkatan mutu pendidikan tepat sasaran. Ini adalah lompatan fundamental dari evaluasi yang bersifat statis menjadi sistem yang dinamis dan berkesinambungan, yang memungkinkan peningkatan berkelanjutan.

Dalam konteks yang lebih luas, TKA juga merupakan respons pemerintah terhadap dinamika global yang terus berubah. Di tengah laju informasi yang masif dan perkembangan teknologi yang eksponensial, generasi muda membutuhkan lebih dari sekadar pengetahuan dasar. Mereka perlu memiliki kemampuan adaptasi, berpikir out-of-the-box, dan berinovasi. TKA diharapkan dapat menstimulasi siswa untuk menjadi pembelajar seumur hidup, tidak hanya demi meraih nilai tinggi, tetapi untuk menguasai kompetensi yang relevan dengan kebutuhan dunia kerja dan tantangan masyarakat di masa depan. Ini adalah investasi jangka panjang bagi sumber daya manusia Indonesia.

Hasil TKA: Menilik Capaian dan Membuka Gerbang Peluang

Bagian yang tak kalah penting dari Peraturan Menteri Pendidikan ini adalah penetapan dan pemanfaatan hasil Tes Kemampuan Akademik. Pasal 10 secara eksplisit menyebutkan bahwa hasil TKA akan disajikan dalam bentuk nilai dan kategori capaian TKA. Ini bukan sekadar deretan angka, melainkan sebuah indikator komprehensif yang merepresentasikan tingkat penguasaan kompetensi seorang siswa. Kategori capaian ini, yang nantinya akan ditetapkan oleh Menteri, menjamin adanya standar yang seragam dan berlaku secara nasional, sehingga capaian siswa dari Sabang sampai Merauke dapat dibandingkan secara adil. Transparansi ini akan memberdayakan siswa, orang tua, dan sekolah untuk memahami dengan jelas posisi akademik yang telah dicapai, sekaligus memotivasi untuk terus berupaya meningkatkan performa.

Lanjut ke Pasal 11, diatur hak setiap peserta TKA untuk mendapatkan sertifikat hasil TKA. Dokumen resmi ini menjadi bukti otentik atas partisipasi dan capaian akademik yang telah diraih. Yang patut digarisbawahi adalah inklusivitas peraturan ini yang mengakomodasi peserta dari berbagai jalur pendidikan: Pendidikan Formal, Pendidikan Nonformal, bahkan Pendidikan Informal. Secara khusus, bagi mereka yang menempuh jalur Pendidikan Informal dan berhasil memenuhi kategori capaian yang ditetapkan, mereka tidak hanya berhak atas sertifikat TKA, melainkan juga dapat dinyatakan lulus dari Satuan Pendidikan. Ini adalah terobosan progresif yang merefleksikan pengakuan pemerintah terhadap kompetensi yang diperoleh di luar kerangka pendidikan tradisional. Ini membuka spektrum peluang yang lebih luas bagi individu yang mungkin tidak berkesempatan menempuh pendidikan formal penuh, namun memiliki keahlian dan pengetahuan yang setara.

Keberadaan sertifikat hasil TKA yang distandardisasi ini juga membawa implikasi besar dalam konteks rekognisi dan validasi kompetensi di tingkat nasional maupun internasional. Dengan standar yang terpusat, sertifikat ini berfungsi sebagai ‘paspor’ akademik bagi siswa untuk melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi atau bahkan melangkah ke dunia kerja. Ini mempermudah mobilitas siswa tanpa terhambat oleh perbedaan kurikulum atau metode pengajaran antar wilayah. Ini adalah langkah nyata menuju sistem pendidikan yang lebih merata dan inklusif, di mana setiap individu memiliki kesempatan yang sama untuk menunjukkan potensi terbaiknya.

Rekapitulasi Data TKA: Kolaborasi Lintas Sektor untuk Perbaikan Mutu

Keberhasilan sebuah sistem evaluasi tidak hanya terletak pada pelaksanaannya, tetapi juga pada bagaimana data yang terkumpul dimanfaatkan. Pasal 12 dalam Peraturan Menteri ini mengatur aspek krusial terkait rekapitulasi data hasil TKA. Data ini tidak hanya menjadi milik Kementerian Pendidikan, melainkan akan menjadi arsip bersama dengan kementerian yang membidangi urusan agama, Pemerintah Daerah, dan Satuan Pendidikan pelaksana. Kerangka kolaborasi lintas sektor ini menunjukkan keseriusan pemerintah dalam mengoptimalkan pemanfaatan data TKA. Rekapitulasi data ini melampaui fungsi statistik semata; ia menjadi landasan kuat untuk perumusan kebijakan pendidikan yang berbasis bukti dan data.

Dengan data yang terintegrasi dan dapat diakses bersama, pemerintah pusat dan daerah dapat melakukan pemetaan kualitas pendidikan secara lebih akurat di berbagai wilayah. Ini memungkinkan identifikasi kesenjangan antar daerah atau antar jenis satuan pendidikan, sehingga intervensi kebijakan dan alokasi sumber daya dapat direncanakan dengan lebih strategis dan efektif. Sebagai contoh, jika data TKA menunjukkan tren capaian yang rendah di suatu daerah, pemerintah dapat mengarahkan program pelatihan guru yang lebih intensif, pengadaan fasilitas belajar yang lebih memadai, atau pengembangan model pembelajaran yang lebih inovatif di wilayah tersebut. Ini adalah implementasi konkret dari bagaimana data TKA dapat berfungsi sebagai alat pengendalian dan penjaminan mutu pendidikan, seperti yang diamanatkan dalam Pasal 13 ayat (6).

Selain itu, rekonsiliasi data hasil TKA juga esensial untuk menjamin akuntabilitas dan transparansi dalam seluruh sistem pendidikan. Dengan adanya data terpusat dan akses yang jelas bagi pihak berwenang, potensi penyalahgunaan atau manipulasi hasil dapat diminimalisir secara signifikan. Ini pada gilirannya akan membangun kepercayaan publik terhadap proses evaluasi dan, secara lebih luas, terhadap kualitas pendidikan nasional. Sinergi antarlembaga yang diwujudkan melalui kolaborasi data ini memastikan bahwa upaya peningkatan mutu pendidikan dilakukan secara terkoordinasi dan komprehensif, menghindari fragmentasi dan duplikasi program yang tidak efektif.

Pemanfaatan Hasil TKA: Dari Jenjang Sekolah hingga Gerbang Universitas

Salah satu daya tarik utama dari Peraturan Menteri Pendidikan Nomor 9 Tahun 2025 adalah fleksibilitas dan multi-fungsi dari hasil TKA. Pasal 13 secara rinci menguraikan berbagai pemanfaatan hasil TKA, yang mencerminkan visi jangka panjang pemerintah dalam mengintegrasikan evaluasi ini ke dalam seluruh ekosistem pendidikan dan bahkan melampauinya.

Pertama, di jenjang pendidikan dasar dan menengah, hasil TKA SD/MI/sederajat dapat menjadi salah satu syarat dalam seleksi penerimaan murid baru SMP/MTs/sederajat jalur prestasi. Demikian pula, hasil TKA SMP/MTS/sederajat dapat menjadi salah satu syarat dalam seleksi penerimaan murid baru SMA/MA/sederajat dan SMK/MAK jalur prestasi. Kebijakan ini memberikan pengakuan yang jelas bagi siswa-siswa berprestasi sejak dini dan mendorong iklim kompetisi sehat untuk mencapai keunggulan akademik. Hal ini menciptakan jalur yang terdefinisi bagi mereka yang menunjukkan kemampuan akademik luar biasa untuk melanjutkan pendidikan ke institusi yang sesuai.

Kedua, peran TKA meluas hingga ke pendidikan tinggi. Hasil TKA SMA/MA/sederajat dan SMK/MAK dapat menjadi salah satu pertimbangan dalam seleksi penerimaan mahasiswa baru pada jenjang pendidikan tinggi. Meskipun berstatus “pertimbangan” dan bukan satu-satunya kriteria, ini menegaskan bobot dan kredibilitas hasil TKA dalam proses seleksi universitas. Ini akan sangat membantu perguruan tinggi dalam mengidentifikasi calon mahasiswa yang memiliki fondasi akademik yang kuat dan sesuai dengan tuntutan program studi yang akan diambil.

Ketiga, dan ini merupakan terobosan yang sangat progresif, hasil TKA digunakan untuk menyetarakan hasil Pendidikan Nonformal dan Pendidikan Informal dengan hasil Pendidikan Formal. Inisiatif ini adalah cerminan dari filosofi pendidikan sepanjang hayat, yang mengakui bahwa pembelajaran dapat terjadi di berbagai konteks, tidak hanya di dalam kelas formal. Individu yang memperoleh kompetensi melalui kursus, pelatihan vokasi, atau pengalaman belajar mandiri kini memiliki jalur resmi untuk mendapatkan pengakuan yang setara dengan capaian pendidikan formal. Ini membuka pintu kesempatan yang lebih luas bagi jutaan individu yang mungkin belum memiliki akses penuh ke sistem pendidikan formal, namun memiliki kompetensi yang relevan.

Selain kegunaan-kegunaan utama di atas, Pasal 13 ayat (5) juga menyatakan bahwa hasil TKA dapat dimanfaatkan untuk keperluan seleksi akademik lainnya. Klausul ini memberikan fleksibilitas bagi berbagai lembaga untuk mengadaptasi TKA sebagai instrumen evaluasi sesuai dengan kebutuhan spesifik mereka. Terakhir, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, Kementerian, kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agama, dan Pemerintah Daerah dapat menggunakan hasil TKA sebagai acuan pengendalian dan penjaminan mutu pendidikan sesuai kewenangannya. Ini menekankan kembali peran strategis TKA sebagai alat monitoring dan evaluasi berkelanjutan untuk meningkatkan standar pendidikan nasional.

Sertifikat Hasil TKA: Bukti Capaian, Validasi Internasional, dan Prosedur Pembaruan

Keberadaan sertifikat hasil TKA merupakan bukti konkret dari capaian siswa, dan Peraturan Menteri ini mengatur detailnya dalam Bagian Kedua dan Ketiga. Pasal 14 menjelaskan bahwa sertifikat hasil TKA akan diterbitkan oleh Kementerian, namun proses pencetakannya dilakukan oleh Satuan Pendidikan menggunakan format yang telah distandardisasi. Pembagian tugas ini mengoptimalkan efisiensi administratif: Kementerian bertanggung jawab atas validasi dan standarisasi, sementara sekolah memastikan distribusi yang lancar kepada siswa. Format sertifikat yang seragam secara nasional juga esensial untuk menjaga konsistensi dan kredibilitas dokumen.

Pasal 15 merinci informasi minimal yang harus tertera pada sertifikat hasil TKA. Ini meliputi:

  • Nomor Sertifikat hasil TKA: Sebagai identifikasi unik.
  • Nama dan nomor pokok Satuan Pendidikan asal: Untuk mengidentifikasi asal sekolah siswa.
  • Nama dan nomor pokok Satuan Pendidikan pelaksana: Jika TKA dilaksanakan di lokasi berbeda.
  • Nama lengkap peserta TKA: Identitas utama pemegang sertifikat.
  • Tempat dan tanggal lahir peserta TKA: Informasi demografi penting.
  • Nomor induk siswa nasional peserta TKA: Mengintegrasikan data dengan basis data siswa nasional.
  • Nilai dan kategori capaian TKA: Hasil inti dari evaluasi.
  • Tanggal, bulan, dan tahun terbit sertifikat: Informasi waktu penerbitan.

Yang menarik, sertifikat hasil TKA diterbitkan dalam bahasa Indonesia, namun dapat diterjemahkan ke dalam bahasa asing sesuai dengan kebutuhan pengguna. Poin ini menunjukkan antisipasi pemerintah terhadap kebutuhan mobilitas global. Bagi siswa yang ingin melanjutkan studi atau berkarir di luar negeri, kemampuan menerjemahkan sertifikat ini akan sangat mempermudah proses pengakuan, mengurangi birokrasi legalisasi yang rumit. Ini adalah langkah maju yang signifikan dalam upaya globalisasi pendidikan Indonesia.

Pembaruan Sertifikat: Menjamin Akurasi Data dan Aksesibilitas

Untuk menjaga akurasi dan keabsahan data sertifikat sepanjang masa, Pasal 16 mengatur mekanisme pembaruan sertifikat hasil TKA, yang mencakup penerbitan perbaikan dan pencetakan ulang.

Penerbitan perbaikan sertifikat, seperti diuraikan dalam Pasal 17, dimungkinkan jika terjadi perubahan data pada sertifikat, misalnya kesalahan penulisan nama atau tanggal lahir. Proses pengajuannya melibatkan pemilik sertifikat, Satuan Pendidikan asal, serta pemerintah daerah atau kementerian agama sesuai kewenangan. Uniknya, sertifikat perbaikan akan memiliki nomor baru dengan kode unik yang dapat dilacak ke sertifikat awal, dan keterangan mengenai perubahan data akan dicantumkan dalam sertifikat yang baru. Ini menunjukkan sistem yang transparan dan akuntabel, di mana riwayat perubahan data dapat diverifikasi.

Sementara itu, pencetakan ulang sertifikat hasil TKA, diatur dalam Pasal 18, dapat dilakukan jika sertifikat rusak atau hilang. Ini adalah layanan penting yang memastikan siswa tidak kehilangan bukti capaian akademiknya akibat insiden tak terduga. Pemilik sertifikat dapat mengajukan pencetakan ulang kepada Satuan Pendidikan, Pemerintah Daerah, atau kementerian agama sesuai kewenangan. Kemudahan akses untuk pencetakan ulang ini merupakan wujud pelayanan publik yang berorientasi pada pemenuhan hak-hak siswa.

Seluruh prosedur ini menegaskan komitmen pemerintah untuk memastikan bahwa sertifikat hasil TKA adalah dokumen yang valid, akurat, dan dapat diandalkan oleh pemegangnya. Prosedur yang jelas juga meminimalisir potensi masalah atau sengketa di kemudian hari terkait keabsahan sertifikat.

Penatausahaan Hasil TKA dan Mekanisme Pemantauan: Kualitas Berkelanjutan

Efektivitas dan keberlanjutan TKA tidak terlepas dari sistem penatausahaan data dan mekanisme pengawasan yang kuat. Bagian Keempat dari Bab III, Pasal 19, menjelaskan bahwa penatausahaan hasil TKA akan dilakukan dengan menyimpan salinan arsip digital sertifikat hasil TKA. Ini merupakan langkah signifikan menuju digitalisasi data pendidikan, yang akan sangat mempermudah penyimpanan, akses, dan analisis data dalam jangka panjang. Arsip digital juga meminimalisir risiko kehilangan atau kerusakan dokumen fisik, serta meningkatkan efisiensi birokrasi. Keterlibatan Kementerian, kementerian yang membidangi urusan agama, dan Pemerintah Daerah dalam penatausahaan ini kembali menegaskan kolaborasi lintas sektor yang kuat.

Selanjutnya, Bab IV secara khusus membahas pemantauan, evaluasi, dan pelaporan. Pasal 20 secara tegas menyatakan bahwa Kementerian, kementerian yang membidangi urusan agama, dan Pemerintah Daerah akan melakukan pemantauan, evaluasi, dan pelaporan terhadap persiapan dan pelaksanaan TKA. Ini menunjukkan komitmen kuat pemerintah untuk tidak hanya merumuskan kebijakan, tetapi juga memastikan implementasi yang efektif di lapangan. Pemantauan dan evaluasi yang berkesinambungan adalah kunci untuk mengidentifikasi potensi masalah sejak dini, merumuskan solusi, dan terus menyempurnakan sistem.

Mekanisme pelaporan diuraikan rinci dalam Pasal 21. Pemerintah Daerah wajib menyampaikan laporan hasil pemantauan dan evaluasi kepada Kementerian. Laporan ini mencakup beberapa aspek penting:

  • Kesiapan Satuan Pendidikan dalam pelaksanaan TKA: Sejauh mana sekolah siap secara infrastruktur dan sumber daya.
  • Keterlaksanaan TKA: Analisis apakah TKA berjalan sesuai rencana dan target.
  • Kendala/masalah dalam pelaksanaan TKA: Identifikasi hambatan atau tantangan yang muncul.
  • Tindak lanjut dan strategi dalam penanganan kendala/masalah: Solusi konkret untuk permasalahan yang ditemukan.
  • Kesimpulan dan saran: Rekomendasi untuk perbaikan di masa mendatang.

Laporan ini harus disampaikan paling lambat 1 (satu) bulan setelah pelaksanaan TKA. Batas waktu yang jelas ini menekankan urgensi data umpan balik yang cepat agar perbaikan kebijakan dapat dilakukan secara responsif. Dengan laporan yang komprehensif dan tepat waktu, pemerintah dapat mengambil keputusan yang lebih tepat dan berbasis data. Mekanisme pemantauan, evaluasi, dan pelaporan ini adalah jaminan bahwa TKA bukan hanya program sesaat, melainkan inisiatif yang akan terus dievaluasi dan ditingkatkan kualitasnya secara berkelanjutan.

Aspek Pendanaan TKA: Komitmen Pemerintah dan Keberlanjutan Finansial

Aspek krusial dalam setiap implementasi kebijakan berskala nasional adalah bagaimana pendanaannya diatur. Bab V dari Peraturan Menteri Pendidikan Nomor 9 Tahun 2025 secara transparan membahas hal ini melalui Pasal 22, yang merinci sumber-sumber pendanaan untuk penyelenggaraan TKA. Ketentuan ini mencerminkan komitmen pemerintah untuk memastikan kelancaran dan keberlangsungan TKA.

Pendanaan penyelenggaraan TKA akan dibebankan pada tiga pilar utama:

  • Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN): Ini adalah dukungan finansial dari pemerintah pusat, yang menegaskan TKA sebagai program strategis nasional. Dana APBN akan memastikan TKA dapat dilaksanakan secara seragam di seluruh Indonesia, terlepas dari disparitas kondisi fiskal antar daerah. Penggunaan dana ini kemungkinan besar akan mencakup pengembangan instrumen tes, penyediaan infrastruktur teknologi, pelatihan bagi pelaksana, dan pengembangan sistem data terpusat.
  • Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD): Keterlibatan APBD menunjukkan prinsip otonomi dan tanggung jawab pemerintah daerah dalam memajukan pendidikan di wilayahnya. Dana dari APBD dapat dialokasikan untuk kebutuhan operasional lokal, seperti logistik pelaksanaan tes di sekolah, penyediaan sarana prasarana, hingga honorarium bagi pengawas dan panitia di tingkat daerah. Keterlibatan APBD juga mendorong partisipasi aktif pemerintah daerah dalam kesuksesan TKA di wilayah masing-masing.
  • Sumber lain yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan: Poin ini memberikan fleksibilitas untuk mencari sumber pendanaan tambahan, selama sesuai dengan koridor hukum yang berlaku. Ini bisa berupa dukungan dari lembaga swasta, dana hibah, atau bentuk kerja sama lainnya yang tidak melanggar hukum. Adanya opsi ini memungkinkan optimalisasi berbagai potensi pendanaan demi kelancaran TKA, namun tetap dengan prinsip akuntabilitas dan transparansi, serta tanpa membebani peserta didik secara berlebihan.

Pengaturan pendanaan yang komprehensif ini mengindikasikan keseriusan pemerintah dalam menjalankan program TKA. Dengan alokasi dana dari berbagai tingkatan pemerintahan, diharapkan tidak ada kendala finansial yang menghambat pelaksanaan TKA secara merata dan berkualitas. Transparansi dalam pengelolaan dana juga krusial agar masyarakat dapat memantau dan memastikan setiap anggaran digunakan untuk peningkatan mutu pendidikan. Pendanaan yang kuat adalah tulang punggung setiap program ambisius, dan TKA telah diperkuat dengan kerangka pendanaan yang kokoh.

Tata Tertib TKA: Menjamin Integritas dan Keadilan Pelaksanaan Ujian

Integritas pelaksanaan Tes Kemampuan Akademik adalah hal yang mutlak dan tidak bisa ditawar. Untuk menjamin proses yang adil, transparan, dan akuntabel, Peraturan Menteri ini secara spesifik mengatur mengenai tata tertib TKA dalam Bab VI. Ketentuan ini menjadi landasan bagi semua pihak yang terlibat agar menjalankan perannya dengan penuh tanggung jawab.

Pasal 23 ayat (1) secara tegas menyatakan bahwa seluruh pihak yang terlibat dalam persiapan dan pelaksanaan TKA wajib mengikuti tata tertib pelaksanaan TKA. Frasa “seluruh pihak” ini memiliki cakupan yang sangat luas, mulai dari para pejabat di Kementerian, dinas pendidikan di daerah, kepala sekolah, guru, pengawas, panitia pelaksana di satuan pendidikan, hingga peserta TKA itu sendiri. Kewajiban untuk mematuhi tata tertib ini menunjukkan bahwa akuntabilitas dan integritas adalah tanggung jawab kolektif. Setiap individu yang terlibat, dari perencana di pusat hingga pelaksana di lapangan, harus memahami dan mematuhi aturan yang telah ditetapkan. Ini adalah kunci untuk mencegah praktik kecurangan, menjaga kerahasiaan materi tes, dan memastikan bahwa hasil TKA benar-benar merefleksikan kemampuan murni siswa.

Lebih lanjut, Pasal 23 ayat (2) menyebutkan bahwa ketentuan mengenai tata tertib akan ditetapkan dalam pedoman penyelenggaraan TKA. Ini berarti Peraturan Menteri ini memberikan kerangka umum, sementara detail operasional mengenai tata tertib akan diatur dalam dokumen pedoman yang lebih teknis. Pedoman ini akan memuat panduan yang sangat rinci, seperti prosedur pengawasan selama tes, aturan tentang alat bantu yang diperbolehkan atau dilarang, sanksi bagi pelanggar tata tertib (baik untuk peserta maupun pelaksana), prosedur penanganan insiden, serta etika dan standar perilaku bagi semua pihak yang terlibat. Penyusunan pedoman yang detail dan jelas sangat penting untuk menghindari ambiguitas dan memastikan bahwa setiap pelaksana memiliki pemahaman yang seragam mengenai prosedur yang harus dijalankan. Pedoman ini juga berfungsi sebagai referensi hukum bagi setiap pelanggaran yang terjadi, sehingga tindakan korektif dapat dilakukan secara konsisten dan adil.

Kemudian, Pasal 24 menegaskan bahwa tata cara penyelenggaraan dan pelaksanaan TKA, pemantauan, evaluasi, pelaporan, pendanaan, dan tata tertib akan ditetapkan oleh Menteri. Pasal ini memberikan kewenangan penuh kepada Menteri Pendidikan untuk menyusun regulasi teknis yang lebih operasional. Ini adalah langkah strategis karena memungkinkan Menteri untuk mengeluarkan kebijakan turunan yang lebih fleksibel dan adaptif terhadap dinamika di lapangan, tanpa harus merevisi Peraturan Menteri secara keseluruhan. Kewenangan ini juga memastikan bahwa semua aspek penting dari TKA, mulai dari teknis pelaksanaan hingga detail pendanaan dan pengawasan, berada di bawah satu payung regulasi yang jelas dan terpusat. Dengan demikian, diharapkan TKA dapat berjalan dengan lancar, efektif, dan memiliki integritas yang tinggi.

Ketentuan Penutup: Era Baru Uji Kesetaraan dan Pemberlakuan Peraturan

Setiap peraturan perundang-undangan memiliki ketentuan penutup yang mengatur tentang keberlakuan dan pencabutan peraturan sebelumnya. Bab VII dari Peraturan Menteri Pendidikan Nomor 9 Tahun 2025 ini memuat dua pasal penting yang menandai berakhirnya era tertentu dan dimulainya era baru dalam sistem evaluasi pendidikan nasional.

Pasal 25 menyatakan bahwa pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 31 Tahun 2023 tentang Uji Kesetaraan dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Ini adalah poin krusial yang menegaskan perubahan signifikan dalam kebijakan evaluasi pendidikan. Peraturan sebelumnya mengenai Uji Kesetaraan, yang mungkin memiliki cakupan dan mekanisme yang berbeda, kini digantikan sepenuhnya oleh TKA. Pencabutan ini berarti TKA akan menjadi satu-satunya standar pengakuan kemampuan akademik yang berlaku secara nasional, mencakup tidak hanya pendidikan formal tetapi juga nonformal dan informal.

Penggantian peraturan ini bukan sekadar formalitas, melainkan sebuah restrukturisasi fundamental dalam pendekatan pemerintah terhadap evaluasi kompetensi. Dengan TKA yang memiliki kerangka yang lebih komprehensif, terintegrasi, dan seragam, diharapkan akan tercipta sistem evaluasi yang lebih efisien dan efektif. Transisi dari Uji Kesetaraan ke TKA juga menunjukkan upaya pemerintah untuk terus menyempurnakan dan menyesuaikan instrumen evaluasi agar lebih relevan dengan kebutuhan zaman dan standar pendidikan yang terus berkembang. Ini adalah langkah menuju penyederhanaan sistem evaluasi, namun dengan target kualitas yang lebih tinggi.

Terakhir, Pasal 26 secara singkat namun krusial menyatakan bahwa Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Informasi lebih lanjut di bagian akhir dokumen menunjukkan bahwa Peraturan Menteri ini Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 28 Mei 2025 oleh Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Abdul Mu’ti, dan Diundangkan di Jakarta pada tanggal 3 Juni 2025 oleh Direktur Jenderal Peraturan Perundang-undangan Kementerian Hukum Republik Indonesia, Dhahana Putra. Tanggal 3 Juni 2025 inilah yang menjadi patokan resmi dimulainya pemberlakuan seluruh ketentuan dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nomor 9 Tahun 2025.

Tanggal pengundangan ini sangat penting karena sejak saat itu, semua ketentuan dalam peraturan ini memiliki kekuatan hukum mengikat dan harus dipatuhi oleh seluruh pihak terkait. Pengundangan dalam Berita Negara Republik Indonesia Nomor 384 Tahun 2025 memastikan bahwa informasi mengenai peraturan ini telah dipublikasikan secara resmi dan dapat diakses oleh masyarakat luas, sesuai dengan prinsip transparansi dalam pemerintahan. Dengan berlakunya peraturan ini, seluruh pemangku kepentingan di bidang pendidikan, mulai dari siswa, guru, orang tua, sekolah, hingga pemerintah daerah, harus bersiap dan menyesuaikan diri dengan regulasi baru yang akan membawa perubahan signifikan dalam sistem evaluasi pendidikan di Indonesia. Ini adalah era baru yang menjanjikan peningkatan kualitas dan pemerataan kesempatan bagi setiap generasi penerus bangsa.

Kesimpulan

Peraturan Menteri Pendidikan Nomor 9 Tahun 2025 tentang Tes Kemampuan Akademik (TKA) Siswa Tahun 2025 untuk jenjang SD, SMP, SMA, dan SMK adalah sebuah kebijakan yang holistik dan progresif. Ia tidak hanya merumuskan kembali standar evaluasi kompetensi siswa, tetapi juga membangun kerangka kerja yang kuat dari segi pendanaan, tata tertib, hingga mekanisme pemantauan dan pelaporan. Dengan dukungan APBN, APBD, dan sumber sah lainnya, serta penekanan kuat pada integritas pelaksanaan, TKA dirancang untuk menjadi pondasi utama dalam peningkatan mutu pendidikan nasional. Dicabutnya Peraturan Menteri sebelumnya tentang Uji Kesetaraan menandai dimulainya era baru, di mana TKA akan menjadi tolok ukur utama yang berlaku secara nasional, efektif sejak 3 Juni 2025. Kebijakan ini merupakan langkah nyata dan terstruktur menuju terwujudnya pendidikan yang lebih berkualitas, adil, dan berdaya saing global bagi seluruh anak bangsa.

Dapatkan update terbaru seputar dunia pendidikan langsung dari ponsel Anda:

✅ Info terbaru Kurikulum Merdeka
✅ Format KKTP, Modul Ajar, ATP siap pakai
✅ Contoh administrasi guru lengkap
✅ Materi dan soal latihan untuk SD–SMA
✅ Tips dan berita pendidikan terpercaya

Semua bisa Anda akses gratis dan praktis lewat saluran WhatsApp kami. Jangan lewatkan informasi penting untuk guru, orang tua, dan siswa! 📲 Klik & bergabung sekarang untuk tidak ketinggalan info penting! — BERGABUNG SALURAN WHATSAPP